Rabu, 29 Oktober 2008

Menunggu Bukti Bukan Janji

PEMERINTAH nampaknya cukup responsif menanggapi desakan yang terus-menerus disuarakan oleh masyarakat, anggota DPR dan kalangan pengusaha agar pemerintah secepatnya menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sinyal untuk menurunkan harga BBM ini disampaikan sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (28/10).

Penurunan harga BBM akan segera dilakukan bersamaan dengan kecenderungan turunnya harga minyak internasional. Untuk penurunannya, Menteri ESDM dan jajaran pemerintah terkait sedang menghitung. Harapan kita, kata Presiden SBY di depan wartawan, kalau turun terus dan hitungannya pas, maka itu menjadi kewajiban moral saya untuk meringankan beban saudara-saudara kita.

Sebagaimana diketahui, saat pemerintah menaikkan harga BBM pada 1 Juni 2008, antara lain premiun menjadi Rp 6.000 per liter dilakukan setelah harga minyak mentah dunia menembus angka di atas 90 dolar AS. Bahkan harga minyak dunia sempat menembus angka 150 dolar AS pada Agustus 2008. Namun belakangan harga minyak dunia bergerak turun drastis dan terakhir dua hari lalu mencapai kisaran US$63 per barel mendekati level patokan harga minyak dalam APBN 2008 sebesar US$60 perbarel.

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro usai bertemu Presiden SBY Selasa sore kemarin, keputusan pemerintah menurunkan harga BBM akan ditetapkan setelah mengukur sejauhmana kondisi Indonesia Crude Price (ICP), dan bukan berdasar pada angka subsidi.

Yang melegakan, Presiden SBY menegaskan jauh-jauh hari merelakan pagu anggaran subsidi membengkak bila pemerintah memutuskan menurunkan harga BBM. Ini demi untuk meringankan beban masyarakat. Memang seperti disampaikan Purnomo, tanpa menurunkan harga BBM, anggaran subsidi sudah membengkak. Saat ini, besaran subsidi menggapai Rp 130 triliun. Padahal pemerintah mematok besaran subsidi 2008 senilai Rp 126,82 triliun.

Purnomo menjelaskan, bila penurunan harga BBM dilakukan, dan harga minyak mentah dunia tiba-tiba kembali melonjak, pemerintah memastikan besaran kenaikan BBM tidak akan melebih harga BBM saat ini, yaitu tidak lebih dari Rp 6000 per liter. Artinya, harga sekarang bisa dibilang sebagai plafon teratas.

Masyarakat mendesak pemerintah secepatnya menurunkan harga BBM. Karena orang awam pun dalam obrolan di kedai-kedai kopi sudah cukup lama mempertanyakan mengapa ketika harga minyak mentah dunia naik, pemerintah menaikan harga BBM. Tetapi saat harga minyak dunia anjlok ke tingkat terendah, harga BBM tidak turun-turun. Jarena karena sekarang harga minyak dunia menurun, maka harga minyak dalam negeri juga harus turun.
Selain faktor turunnya harga minyak mentah dunia, penurunan harga BBM sangat mendesak dilakukan karena kondisi kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi serta keadaan daya beli sebagian besar masyarakat masih rendah. Daya beli masyarakat cenderung terus menurun akibat naiknya harga-harga komoditi pokok dan harga-harga barang lainnya.
Belum lagi ancaman PHK menghantui para pekerja industri akibat pengaruh krisis keuangan dunia yang membuat pengusaha di Indonesia ikut terpukul, karena order semakin sepi. Sementara produk-produk dari Indonesia juga sulit diekspor karena melemahnya daya beli masyarakat di negara-negara maju yang terimbas oleh krisis finansial dunia yang diperkirakan masih akan berlangsung sampai tahun 2009.
Jadi, menurunkan harga BBM menjadi kebijakan yang tepat, karena akan meringankan beban ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat, terutama masyarakat miskin. Masyarakat menunggu kepastian, bukan janji-janji. Kita yakin Presiden SBY tidak akan mempertaruhkan reputasinya di saat-saat menjelang pelaksanaan Pemilu 2009. (ahmad suroso)

Terbit di Corner (Tajuk) Tribun Batam, 29-10-08

Tidak ada komentar: