MANTAN Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Aulia Pohan akhirnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi berjamaah aliran dana BI. Besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini bersama tiga mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) --Aslim Tadjuddin, Maman H. Soemantri, serta Bunbunan Hutapea-- ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi aliran dana BI Rp100 miliar kepada para mantan petinggi BI dan anggota DPR.
Ketua KPK Antasari Azhar di Jakarta, Rabu (29/10) mengatakan, setelah penetapan tersebut, KPK akan segera memeriksa semua pihak yang diduga terkait. KPK juga segera melayangkan surat panggilan kepada para saksi dan tersangka untuk menjalani pemeriksaan pada 3 November 2008. Sikap KPK ini diambil secara profesional, didasarkan pada proses penyidikan, fakta persidangan, dan putusan perkara mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. Bukan karena keinginan dari pihak manapun
Pada hari yang sama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Burhanuddin Abdullah lima tahun penjara. Karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, yakni turut menyetujui usul Deputi Gubernur BI Bunbunan Hutapea pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 3 Juni 2003 untuk menggunakan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Rp100 miliar.
Dana itu dialirkan kepada beberapa mantan petinggi BI yang terjerat kasus hukum dan kepada beberapa anggota DPR untuk menyelesaikan masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan revisi UU BI.
Majelis menilai, para Deputi Gubernur BI yang hadir dan memberikan persetujuan dalam RDG itu turut terlibat. Mereka adalah Aulia Tantowi Pohan, serta Bunbunan Hutapea, Aslim Tadjuddin, Anwar Nasution, dan Maman H. Soemantri. Sebelumnya, Selasa lalu dua petinggi BI, Rusli Simanjuntak dan Oey Hoey Tiong dituntut hukuman 5 tahun
Keberanian KPK menetapkan besan SBY sebagai tersangka mendapat acungan jempol dan apresiasi dari Ketua DPR Agung Laksono, FPDIP, dan ICW. Karena ini menunjukkan tidak ada tebang pilih, dan menegaskan bahwa negara ini serius memberantas tindak pidana korupsi. Juga menunjukkan KPK bertindak objektif, bisa lepas dari campur tangan kekuasaan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Status Aulia Pohan sebagai kerabat Istana tidak menghalangi KPK menetapkannya sebagai tersangka.
Keputusan KPK menetapkan Aula Pohan sebagai tersangka kasus aliran dana BI dan vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menghukum mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah 5 tahun penjara tersebut menunjukkan keberadaan KPK dan Pengadilan Tipikor sejauh ini mampu menggelorakan harapan anak bangsa untuk membasmi korupsi. Hal ini memperkuat pandangan bahwa penyelenggaraan negara ini sungguh-sungguh melaksanakan pemberantasan korupsi.
Ini melengkapi prestasi KPK sebagai lembaga 'super bodi' dalam membasmi korupsi. Dalam usia lima tahun, KPK telah membawa sejumlah pejabat negara ke depan pengadilan, mulai dari bupati, jaksa, gubernur, anggota DPRD, hingga pejabat teras lembaga negara dan komisi-komisi negara.
Saat KPK menangkap anggota DPR, publik yakin lembaga wakil rakyat itu bukanlah dewa yang tidak tersentuh hukum. Tatkala KPK menangkap jaksa yang memeras, masyarakat memperoleh pembenaran sinyalemen lama bahwa di sana juga bersarang tikus-tikus pengerat uang negara. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan orang-orang terhormat itu kian meyakinkan bahwa upaya berburu kekuasaan dan harta telah melampaui batas toleransi dan imajinasi publik.
Kini, kita tunggu langkah-langkah hukum selanjutnya. Misalnya setelah menyandang status tersangka, selayaknya Aulia Pohan segera ditahan untuk mempercepat proses hukum, dan menghindari pemberian keistimewaan, mengingat Aula sebagai besan orang nomor satu di Indonesia. Selain itu, setelah empat mantan Deputi Gubernur BI ditetapkan sebagai tersangka dan akan mulai diperiksa 3 November mendatang, bagaimana dengan mantan deputi senior Gubernur BI Anwar Nasution yang disebut-sebut juga ikut menyetujui aliran dana BI tersebut.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan jasa-jasa Anwar Nasution sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan yang hasil audit lembaganya telah menjadi acuan bagi KPK untuk menyeret pihak-pihak yang diduga terlibat korupsi, serta dengan tetap menjunjung tinggi azas praduka tak bersalah, kiranya KPK perlu menyelidiki lebih intensif lagi kemungkinan keterlibatan mantan Deputi Gubernur BI tersebut dalam kasus korupsi aliran dana BI tersebut.
Kemampuan KPK dan khususnya Pengadilan Tipikor itu membasmi korupsi tidak terlepas dari peranan hakim ad hoc yang setia menjaga kredibilitas peradilan yang sudah dirusak mafia. Sebagaimana diketahui, sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, para koruptor itu diadili hakim karier dan hakim ad hoc yang komposisinya lebih banyak hakim ad hoc. Komposisi yang sudah berjalan selama ini adalah satu hakim karier dan dua hakim ad hoc untuk majelis tiga hakim atau dua hakim karier dan tiga hakim ad hoc untuk majelis lima hakim. Selamat untuk KPK dan Tipikor. (ahmad suroso)
Dimuat di Corner Tribun Batam, Kamis, 30/10/08
Rabu, 29 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar