Selasa, 29 Januari 2008
Potret Buruknya Birokrasi di Indonesia (1)
MOU RI-SINGAPURA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsie Loong saat menandatangani nota kesepahaman MoU sebagai Steering Comitte Joint Working Government Free Trade Zone Batam Bintan Karimun pada Juni 2006 lalu di Batam.
SEZ di Awang-awang, Singapura 'Patah Arang'
SEBUAH rumor kini beredar di kalangan pengusaha dan birokrat di Provinsi Kepulauan Riau, wilayah di mana tiga dari enam daerahnya, yakni Kota Batam, Kabupaten Bintan, dan Kabupaten Karimun, akan dijadikan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI) atau Special Economic Zone Batam Bintan Karimum (SEZ BBK) sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.
Rumor yang berkembang, Pemerintah Singapura yang bertindak sebagai Steering Comitte Joint Working Government Free Trade Zone Batam Bintan Karimun, semacam pengarah atau pembimbing penerapan SEZ BBK dikabarkan 'patah arang' dengan terkatung-katungnya SEZ BBK. Negeri 'Merlion" itu berencana mundur dari joint working agreement (JWA) dengan Indonesia untuk mempersiapkan Free Trade Zone.BBK.
Bisa saja Singapura tak sabar melihat lambatnya birokrasi di Indonesia mempersiapkan payung hukum SEZ BBK. Karena seperti kita ketahui, Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Singapura untuk mengembangkan daerah Batam, Bintan, dan Karimun sebagai kawasan SEZ itu sudah sejak Juni 2006 lalu, ditandatangani oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Perdana Menteri Singapura, Lee Hsie Loong di Batam. Peran Singapura bertugas membantu merumuskan dan melaksanakan SEZ di tiga wilayah tersebut.
Lamban dan tidak konsistennya birokrasi di Indonesia, khususnya pemerintah pusat didalam menyiapkan payung hukum SEZ BBK itu bisa dilihat dari janji-janji yang tidak ditepati. Saat penandatangan MOU dengan Singapura, Presiden SBY berjanji dalam 100 hari, regulasi yang mengatur SEZ sudah bisa kelar.
Tetapi faktanya, hingga sekarang payung hukum SEZ tak kunjung usai. Setelah UU tentang SEZ selesai beberapa bulan lalu, disusul finalisasi pembentukan Peraturan Pemerintah tentang Dewan Kawasan dan Dewan Pengusahaan Daerah, kini muncul lembaga baru lalu yang sebenarnya tidak diatur didalam UU SEZ, yakni Dewan Nasional yang akhir Januari 2008 ini Perpresnya masih digodok di Sekretariat. .
Sebenarnya pengusaha dan birokrat di di Provinsi Kepri, juga Batam, Bintan, dan Karimun sudah puluhan kali mengirim surat ke Presiden dan mengirim surat dan bertemu Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu, Menko Perekonomian Boediono, atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Lutfi. Mereka mendesak agar aturan SEZ segera diselesaikan, termasuk menyampaikan keluhan investor luar negeri.
General Manager (Corporate) Batamindo Investment Cakrawala Dr John Sulistiawan pada penulis dan empat wartawan media lokal di Kepri saat diundang Kementerian Penerangan dan Perhubungan Singapura awal Februari 2007 lalu juga sudah mengungkapkan kegamangannya . "Kita sudah tulis surat berkali-kali ke Presiden SBY, Menteri Perdagangan Mari Pangestu, Menko Perekonomian Boediono. Pak Lutfi, ketua BKPM sebenarnya juga sudah tahu permasalahan yang dihadapi investor di Batam. Tapi tetap saja aturan SEZ tidak jadi-jadi," cetus John Sulistiawan.
Waktu itu John melontarkan kekhawatirannya, tiadanya kejelasan wujud konkret aturan SEZ akan memicu para investor asing hengkang dari Batam. Kekhawatiran itu belakangan menjadi kenyataan. Ada beberapa PMA di Batam dan Bintan menutup usahanya dan mengalihkan pabriknya ke negara lain, seperti Malaysia, Cina, dan Vietnam yang dipandang lebih kondusif untuk investasi. (ahmad suroso)
* Tribun Batam edisi Rabu, 29 Januari 2008
* Naskah untuk Lomba Penulisan Karya Jurnalistik: "UU Administrasi Pemerintahan dapat Mendorong Reformasi Birokrasi di Indonesia", Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar