Mafioso Peradilan
LUAR BIASA! Inilah ungkapan yang pas untuk menggambarkan terobosan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) memutar rekaman percakapan telepon seluler milik Anggodo Widjojo, adik kandung buron KPK tersangka korupsi Sistem Radio Komunikasi Terpadu di Departemen Kehutanan, Anggoro Widjojo dalam sidang terbuka uji materiil terhadap UU KPK No 30/2002 yang diajukan kuasa hukum dua pimpinan (nonaktif) KPK, Bibit dan Chandra di gedung MK Jakarta, Selasa (3/11). Rekaman itu berisi rekayasa kriminalisasi terhadap dua pimpinan (non aktif) KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto
Apalagi sidang dengan agenda mendengarkan percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah orang yang disadap KPK berdurasi total sekitar 4,5 jam itu disiarkan secara live oleh beberapa stasiun televisi ke seluruh Indonesia. Tayangan dari gedung MK ini tak kalah menariknya dengan tayangan penyergapan teroris jaringan Noordin M Top oleh tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri beberapa waktu lalu.
Rakyat Indonesia yang menyaksikan tayangan itu dibuat terpana, miris sekaligus sesekali tertawa mendengar percakapan vulgar antara Anggodo dengan sejumlah pejabat kejaksaan, dan kepolisian serta sejumlah orang. Bagaimana Anggodo sebagai seorang pengusaha bisa mendikte aparat penegak hukum untuk mengikuti kemauannya mengkriminalisasi KPK.
Dia berhasil merancang rekayasa teknis penahanan Bibit-Chandra sampai berbicara soal uang/fee. Mulai dari fee untuk pengacara dan kucuran dana untuk para penyidik, sampai soal pengiriman uang Rp3,5 miliar yang dipertengkarkan seorang penyidik kepolisian. Ucapan Anggodo juga menyerempet sejumlah pejabat penting, mulai dari mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto, Wakil Jaksa Agung AH Ritonga, Kabareskrim Komjen Susno Duaji, anggota
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Ketut Sudiharsa, sampai mencatut nama Presiden SBY.
Anggodo berperan seperti layaknya "Mafioso". Mafia awalnya merupakan nama sebuah konfederasi orang-orang di Sisilia, Italia pada Abad Pertengahan untuk tujuan perlindungan dan penegakan hukum. Konfederasi ini kemudian mulai melakukan kejahatan terorganisir. Anggota Mafia disebut "mafioso", yang berarti "pria terhormat".
Dalam perkembangannya, istilah mafia telah melebar hingga dapat merujuk kepada kelompok besar apapun yang melakukan kejahatan terorganisir. Sehingga kita sering mendengar kejahatan yang dilakukan dalam lembaga penegak hukum kita dengan sebutan "Mafia Peradilan". Mereka bukannya melindungi tetapi justru mencari kesalahan secara berlebihan dari sengketa atau dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara.
Istilah lain dari mafia peradilan adalah Markus, kependekan dari Makelar Kasus. Hampir di setiap institusi penegak hukum, ada. Tak nampak tapi menjebak. Seperti diungkapkan pengacara KPK, Trimoelja D Soerjadi yang menyebut apa yang terjadi pada rekaman percakapan Anggodo itu sebagai praktik yang lazim disebut Markus.
Itulah yang menjadi sudut penting dari pendapat hukum Trimoelja. Bahwa, realitas Markus itu, modusnya selalu begitu. Punya banyak nama penting, punya banyak nomor telepon penting, juga dengan gayanya yang SKSD (Sok Kenal Sok Dekat), menyebut nama-nama itu.
Inilah, yang publik mesti memahami, bahwa apa yang terjadi atas Anggodo, dan bagaimana dia memainkan KPK, Polri, Kejaksaan Agung, memang bukan sebuah fenomena baru. Kasus yang dialami Bibit dan Chandra bisa dikatakan sebagai masalah yang timbul di permukaan dari tumpukan gunung es mafia peradilan.Ini sudah terjadi beradab-abad, dimana ketika hukum menemui kebuntuan dan aparat main mata, maka Markus menjadi layanan siap saji yang efektif.
Meski demikian, kita tidak boleh pesimis. Hakim konstitusi yang telah mengukir sejarah baru dalam penegakan hukum di Indonesia itu bisa menambah amunisi bagi bangsa ini untuk bangkit dalam gerakan pemberantasan korupsi, serta melawan mafioso peradilan. Praktik hukum yang fair dan adil harus ditegakkan. (ahmad suroso)
corner Tribun Batam, 4 November 2009
Rabu, 04 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar