PENGGUNAAN jejaring Facebook ternyata tak hanya sebatas jejaring pertemanan dan sosial di dunia virtual, tetapi sudah berkembang menjadi jejaring 'parlemen jalanan'. Ini ditandai dengan tumpah ruahnya ribuan facebooker di bunderan Hotel Indonesia Jakarta Minggu (8/11) lalu, mendukung dua pimpinan nonaktif KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah yang dijerat oleh penyidik sebagai tersangka kasus pemerasan dan penyalahgunaan wewenang.
Dukungan satu juta lebih facebooker terhadap dua pimpinan nonaktif KPK ini menunjukkan betapa ampuhnya jagat virtual menjadi instrumen gerakan sosial dari orang-orang yang tergabung dalam suati usaha untuk menimbulkan pengaruh atau menandai sebuah aspek dalam perubahan sosial dalam masyarakat.
Facebook telah berkembang menjadi ruang mimbar bebas demokrasi bagi publik untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Kekuatan dukungan sosial melalui Facebook ini sebelumnya sudah terbukti ampuh menghantarkan kesuksesan Presiden Barack Husein Obama dalam menghimpun jutaan pemilih pemula dalam pemilu presiden Amerika Serikat November 2008 lalu.
Di Indonesia, terlihat terutama setelah menguatnya akumulasi kekecewaan publik terhadap kinerja institusi penegak hukum (non KPK), dan DPR. Akumulasi kekecewaan publik diperparah dengan terbongkarnya rekaman percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah pejabat kepolisian dan kejaksaan, yang memunculkan dugaan kuat adanya rekayasa dan mafia peradilan.
Pada saat hampir bersamaan harapan agar DPR (Komisi III) melakukan kontrol terhadap kuatnya mafia hukum di kepolisian dan kejaksaan justru hanya mengamini keterangan Kapolri dalam kasus dugaan rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK.
Mengapa dunia maya berhasil menghela perubahan sosial? Mengutip pendapat Arya Fernandes, analis politik Charta Politika Indonesia (Kontan, 13/11), antara lain karena adanya kesadaran kolektif para facebooker untuk menyelamatkan dunia peradilan dari mafia hukum dan makelar kasus. Kesadaran kolektif dan kesamaan visi itulah yang menyebabkan arus dukungan terhadap Bibit-Chandra berhasil melampaui angka 1 juta orang.
Partisipasi facebooker dalam mendukung Bibit-Chandra ini dapat dianggap sebagai sebuah pilihan rasional. Artinya, para facebooker hanya mengeluarkan sedikit 'biaya' untuk bergabung dengan kelompok pendukung Bibit-Chandra, tapi mempunyai tujuan besar, yakni menyelamatkan KPK. Apalagi setelah Tim Delapan atau Tim Independen Verifikasi Fakta dan Perkara Hukum Bibit Chandra bentukan Presiden SBY sudah mengeluarkan kesimpulan, lemahnya bukti-bukti yang bisa dijadikan alasan menjerat Bibit-Chandra sebagai tersangka.
Pada umumnya gerakan sosial menjadi alternatif untuk membangun partisipasi dan dukungan publik yang efektif dan efisien untuk merespons dan menyikapi persoalan serta kasus yang dipandang merugikan kepentingan publik, merusak kehidupan masyarakat luas, atau mengancam kedaulatan negara-bangsa.
Dalam kasus mutakhir yang menimpa dua komisioner KPK, bisa terbaca bahwa gerakan sosial -- baik yang dibangun dalam jejaring dunia maya maupun yang digalang secara riil dalam bentuk-bentuk aksi demonstrasi, unjuk rasa, dan konsolidasi kekuatan demokratis civil society--, mampu menunjukkan kekuatan dan perlawanan yang produktif terhadap anasir jahat yang hendak menghambat upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Partisipasi publik yang kian kuat itu, dan meluasnya dukungan masyarakat serta para tokoh dan elite terhadap dua komisioner KPK berikut masalah yang menimpa institusi terdepan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini tersebut, tak pelak melahirkan suatu kesimpulan mengenai terbangunnya gerakan sosial yang berhasil di masyarakat, serta menjadi refleksi dari menguatnya kesadaran kritis masyarakat atas ketidakberesan aparat dalam menyelesaikan perkara hukum. (ahmad suroso)
Tajuk Tribun Batam, 14 November 2009
Jumat, 13 November 2009
Menunggu Bunga Perbankan Turun
MENJELANG tutup tahun 2009, sektor perbankan di Indonesia kondisinya relatif stabil dan masih memiliki profit yang solid. Menurut Pjs Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR-RI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/11), hal ini diindikasikan oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (CAR) per September 2009 sebesar 17,7% dan Rasio Kredit Bermasalah (non performing loan atau NPL) tetap terkendali pada 4,3 %.
Ironisnya, meskipun laba perbankan terus meningkat, tidak dibarengi dengan pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit perbankan nasional tetap lambat. Sampai Oktober 2009 hanya sebesar 7 %, jauh bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 30-an persen. Rendahnya pertumbuhan kredit saat ini karena memang permintaan kredit dari sektor rill rendah, disebabkan oleh suku bunga pinjaman perbankan tetap bertengger di atas.
Penyakit perkreditan ini bisa menjadi bom waktu, karena bank-bank lebih memilih mempertahankan suku bunga kredit agar net interest margin-nya tetap bagus. Kalangan perbankan masih merasa nyaman menempatkan dananya di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) daripada menyalurkan pinjaman ke nasabah, terutama dalam bentuk pinjaman modal kerja ke dunia usaha.
Sampai akhir Oktober 2009, dana masyarakat yang parkir di SBI mencapai Rp 245 triliun. Dana tersebut didominasi dana perbankan dan pemodal asing yang memburu rente bunga SBI yang mencapai 6,5%. Salah satu hal yang membuat suku bunga sulit turun lebih rendah lagi adalah tekanan inflansi yang masih berpotensi membara akibat gejolak harga minyak dan permintaan dolar AS.
Kebijakan perbankan yang enggan menurunkan suku bunga pinjaman tentu sangat disayangkan, terutama oleh kalangan dunia usaha. Sebab perbankan nasional kini sudah dalam kondisi stabil, tetapi tidak mampu berperan pada perkreditan yang baik pula. Seperti dikeluhkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Benny Sutrisno. "Suku bunga pinjaman bank seharusnya bisa terus turun kembali, bisa ditekan sampai 11-13 persen. Bahkan jika perlu, ada perlakuan khusus bagi industri khusus soal suku bunga kredit ini," kata Benny di Jakarta, Rabu kemarin (Tribun, 12/11).
Saat ini level suku bunga pinjaman perbankan masih bertengger di kisaran 14 sampai 20 persen. Jika suku bunga tetap tinggi seperti sekarang, dunia usaha terutama sektor rill akan kesulitan mencari sumber pendanaan melalui pinjaman dari perbankan.
Apapun alasannya, kita menyayangkan sikap perbankan nasional yang masih tetap mempertahankan suku bunga pinjaman tinggi, dan kebijakannya yang lebih memilih cara aman dengan memarkir dananya di SBI. Memang dengan cara ini uang perbankan nasional aman, dan nilainya terus bertambah. Tapi masyarakat tidak mendapatkan manfaatnya.
Indonesia tidak hanya membutuhkan perbankan yang kokoh, tapi juga sekaligus mampu bermanfaat bagi masyarakat dengan memberikan kredit demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Apa gunanya mempunyai bank sehat tapi tidak memberikan kredit," cetus Sigit Pramono, Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) dilansir Infobank, di Jakarta edisi November 2009.
Industri membutuhkan sokongan modal untuk menggerakkan usahanya. Pembiayaan terhadap industri ini penting karena berhubungan langsung dengan akses penciptaan lapangan kerja baru serta membangun potensi perekonomian domestik. Pembiayaan ini hanya bisa dipenuhi bila perbankan mau menurunkan suku bunga pinjaman untuk modal kerja dan investasi. (ahmad suroso)
Ironisnya, meskipun laba perbankan terus meningkat, tidak dibarengi dengan pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit perbankan nasional tetap lambat. Sampai Oktober 2009 hanya sebesar 7 %, jauh bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 30-an persen. Rendahnya pertumbuhan kredit saat ini karena memang permintaan kredit dari sektor rill rendah, disebabkan oleh suku bunga pinjaman perbankan tetap bertengger di atas.
Penyakit perkreditan ini bisa menjadi bom waktu, karena bank-bank lebih memilih mempertahankan suku bunga kredit agar net interest margin-nya tetap bagus. Kalangan perbankan masih merasa nyaman menempatkan dananya di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) daripada menyalurkan pinjaman ke nasabah, terutama dalam bentuk pinjaman modal kerja ke dunia usaha.
Sampai akhir Oktober 2009, dana masyarakat yang parkir di SBI mencapai Rp 245 triliun. Dana tersebut didominasi dana perbankan dan pemodal asing yang memburu rente bunga SBI yang mencapai 6,5%. Salah satu hal yang membuat suku bunga sulit turun lebih rendah lagi adalah tekanan inflansi yang masih berpotensi membara akibat gejolak harga minyak dan permintaan dolar AS.
Kebijakan perbankan yang enggan menurunkan suku bunga pinjaman tentu sangat disayangkan, terutama oleh kalangan dunia usaha. Sebab perbankan nasional kini sudah dalam kondisi stabil, tetapi tidak mampu berperan pada perkreditan yang baik pula. Seperti dikeluhkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Benny Sutrisno. "Suku bunga pinjaman bank seharusnya bisa terus turun kembali, bisa ditekan sampai 11-13 persen. Bahkan jika perlu, ada perlakuan khusus bagi industri khusus soal suku bunga kredit ini," kata Benny di Jakarta, Rabu kemarin (Tribun, 12/11).
Saat ini level suku bunga pinjaman perbankan masih bertengger di kisaran 14 sampai 20 persen. Jika suku bunga tetap tinggi seperti sekarang, dunia usaha terutama sektor rill akan kesulitan mencari sumber pendanaan melalui pinjaman dari perbankan.
Apapun alasannya, kita menyayangkan sikap perbankan nasional yang masih tetap mempertahankan suku bunga pinjaman tinggi, dan kebijakannya yang lebih memilih cara aman dengan memarkir dananya di SBI. Memang dengan cara ini uang perbankan nasional aman, dan nilainya terus bertambah. Tapi masyarakat tidak mendapatkan manfaatnya.
Indonesia tidak hanya membutuhkan perbankan yang kokoh, tapi juga sekaligus mampu bermanfaat bagi masyarakat dengan memberikan kredit demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Apa gunanya mempunyai bank sehat tapi tidak memberikan kredit," cetus Sigit Pramono, Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) dilansir Infobank, di Jakarta edisi November 2009.
Industri membutuhkan sokongan modal untuk menggerakkan usahanya. Pembiayaan terhadap industri ini penting karena berhubungan langsung dengan akses penciptaan lapangan kerja baru serta membangun potensi perekonomian domestik. Pembiayaan ini hanya bisa dipenuhi bila perbankan mau menurunkan suku bunga pinjaman untuk modal kerja dan investasi. (ahmad suroso)
Rabu, 04 November 2009
Reward untuk Kepri dan Batam
KEPULAUAN Riau sebagai provinsi termuda di Indonesia, dan Kota Batam sebagai kota yang relatif juga masih muda baru saja mendapat penghargaan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mewakili pemerintah Indonesia, Senin (3/11) malam. Penghargaan diterima langsung oleh Gubernur Kepri Ismeth Abdullah dan Wali Kota Batam Ahmad Dahlan bersama 9 gubernur, dan 45 kepala daerah tingkat II seluruh Indonesia,.pada acara puncak peringatan hari Keuangan ke -63 dan acara Stakeholders Gathering Departemen Keuangan di kantor Departemen Keuangan, Jakarta Pusat.
Penghargaan tersebut sebagai bentuk apresiasi pemerintah pusat kepada daerah yang berprestasi kategori kinerja pengelolaan keuangan terbaik pemerintah daerah di Indonesia. Ini adalah untuk pertama kalinya Departemen Keuangan memberikan reward sebagai bentuk apresiasi kepada daerah-daerah yang berkinerja baik, yang atas persetujuan DPR dan DPD akan diberikan implikasi anggaran kepada daerah-daerah dimaksud. Depkeu siap memberikan intensif khusus kepada daerah yang berprestasi tersebut.
Besarnya dana insentif yang akan diberikan, menurut siaran pers yang dikeluarkan Biro Humas Depkeu, berkisar antara Rp 18 miliar sampai Rp 38 miliar tiap daerahnya. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan apresiasi kepada daerah yang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat, tetap mengupayakan terwujudnya clean government dan good governance, serta kinerja keuangan yang baik. Kebijakan dimaksud rencananya akan dilaksanakan setiap tahun mulai tahun 2010 sesuai dengan kemampuan Keuangan Negara.
Sebagai bagian dari masyarakat Batam pada khususnya dan Kepri pada umumnya, kita mengucapkan selamat dan memberikan apresiasi atas prestasi yang telah dicapai oleh kedua pemerintah daerah tersebut. Prestasi sebagai daerah dengan kinerja keuangan terbaik ini menjadi bukti keseriusan pemerintah kedua daerah tersebut di dalam menjalankan pemerintahan dengan baik. Penghargaan ini seperti diakui Gubernur Kepri, Ismeth Abdullah merupakan berkah dari kerjasama yang baik antarlembaga di Kepri, terutama antara pemprov dengan DPRD Kepri.
Kedua daerah ini telah membuktikan mampu memenuhi kriteria dan parameter daerah berkinerja keuangan terbaik. Antara lain keberhasilan dalam upayanya meningkatkan dan mempertahankan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dalam dua tahun terakhir selalu diapresiasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga Kepri mendapatkan nilai WDP (Wajar Dengan Pengecualian), dan Batam mendapatkan nilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Selain itu pengesahan APBD bisa tepat waktu setiap tahunnya. Misalnya, untuk APBD 2009 sudah diselesaikan pada 10 Desember 2008. Untuk kriteria kenaikan PAD (Pendapatan As/i Daerah) nya harus di atas rata-rata kenaikan PAD nasional, Kepri dapat melampaui di atas 15 persen dari rata-rata PAD nasional.
Kedua daerah ini juga berprestasi dalam pengelolaan anggaran berdasarkan kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan. Indikatornya, mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya
di atas rata-rata pertumbuhan nasional, dapat mengurangi tingkat kemiskinan di atas rata-rata pengurangan kemiskinan nasional.
Kita berharap dengan diperolehnya penghargaan ini, akan memacu pemerintah daerah untuk terus
meningkatkan kinerjanya, menambah spirit seluruh jajaran pemerintah ke depan untuk terus memperbaiki pengelolaan keuangan daerah, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara, bagi daerah yang belum mendapatkan insentif diharapkan dapat termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. (ahmad suroso)
TAJUK/CORNER, 3 NOVEMBER 2009
Penghargaan tersebut sebagai bentuk apresiasi pemerintah pusat kepada daerah yang berprestasi kategori kinerja pengelolaan keuangan terbaik pemerintah daerah di Indonesia. Ini adalah untuk pertama kalinya Departemen Keuangan memberikan reward sebagai bentuk apresiasi kepada daerah-daerah yang berkinerja baik, yang atas persetujuan DPR dan DPD akan diberikan implikasi anggaran kepada daerah-daerah dimaksud. Depkeu siap memberikan intensif khusus kepada daerah yang berprestasi tersebut.
Besarnya dana insentif yang akan diberikan, menurut siaran pers yang dikeluarkan Biro Humas Depkeu, berkisar antara Rp 18 miliar sampai Rp 38 miliar tiap daerahnya. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan apresiasi kepada daerah yang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat, tetap mengupayakan terwujudnya clean government dan good governance, serta kinerja keuangan yang baik. Kebijakan dimaksud rencananya akan dilaksanakan setiap tahun mulai tahun 2010 sesuai dengan kemampuan Keuangan Negara.
Sebagai bagian dari masyarakat Batam pada khususnya dan Kepri pada umumnya, kita mengucapkan selamat dan memberikan apresiasi atas prestasi yang telah dicapai oleh kedua pemerintah daerah tersebut. Prestasi sebagai daerah dengan kinerja keuangan terbaik ini menjadi bukti keseriusan pemerintah kedua daerah tersebut di dalam menjalankan pemerintahan dengan baik. Penghargaan ini seperti diakui Gubernur Kepri, Ismeth Abdullah merupakan berkah dari kerjasama yang baik antarlembaga di Kepri, terutama antara pemprov dengan DPRD Kepri.
Kedua daerah ini telah membuktikan mampu memenuhi kriteria dan parameter daerah berkinerja keuangan terbaik. Antara lain keberhasilan dalam upayanya meningkatkan dan mempertahankan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dalam dua tahun terakhir selalu diapresiasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga Kepri mendapatkan nilai WDP (Wajar Dengan Pengecualian), dan Batam mendapatkan nilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Selain itu pengesahan APBD bisa tepat waktu setiap tahunnya. Misalnya, untuk APBD 2009 sudah diselesaikan pada 10 Desember 2008. Untuk kriteria kenaikan PAD (Pendapatan As/i Daerah) nya harus di atas rata-rata kenaikan PAD nasional, Kepri dapat melampaui di atas 15 persen dari rata-rata PAD nasional.
Kedua daerah ini juga berprestasi dalam pengelolaan anggaran berdasarkan kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan. Indikatornya, mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya
di atas rata-rata pertumbuhan nasional, dapat mengurangi tingkat kemiskinan di atas rata-rata pengurangan kemiskinan nasional.
Kita berharap dengan diperolehnya penghargaan ini, akan memacu pemerintah daerah untuk terus
meningkatkan kinerjanya, menambah spirit seluruh jajaran pemerintah ke depan untuk terus memperbaiki pengelolaan keuangan daerah, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara, bagi daerah yang belum mendapatkan insentif diharapkan dapat termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. (ahmad suroso)
TAJUK/CORNER, 3 NOVEMBER 2009
Berharap pada Tim Independen
MENJAWAB desakan sejumlah kalangan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya sepakat membentuk Tim Independen Verifikasi Fakta, atas kasus penahanan dua pimpinan non aktif KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah oleh Polri.
Menko Polhukam Djoko Soeyanto dalam konferesi pers usai diterima Presiden SBY Senin (2/11) siang, di kantor kepresidenan, Jakarta, menuturkan, Surat Keputusan Presiden tentang tim independen akan Senin sore itu juga untuk pemberlakuan tim, dan selanjutnya akan bekerja selama paling lama dua minggu.
Tim berjumlah delapan orang, diketuai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution, mantan Kapolri Koesparmono Irsan sebagai wakil ketua, dan Denny Indrayana sebagai sekretaris. Anggota terdiri pengacara senior Todung Mulya Lubis, dan Amir Syamsuddin, Guru Besar Fakultas Hukum UI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat.
Adnan Buyung menuturkan, tim akan segera bekerja melakukan suatu verifikasi, mengecek semua fakta dan proses berjalannya hingga tahapan sekarang ini atas kasus yang menimpa Hamzah dan Bibit. Hasil dari verifikasi tim akan memberikan rekomendasi kepada Presiden SBY. Dengan adanya respon yang cepat dari Presiden SBY, Adnan Buyung meminta kesabaran masyarakat agar tetap tenang, colling down dulu.
Di mata publik, penahanan dua pimpinan non aktif KPK, Bibit dan Chanda telah mengoyak rasa keadilan masyarakat. Sehingga wajar dukungan kepada mereka pun terus mengalir seiring dengan keprihatinan mendalam akan masa depan penegakan keadilan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Seperti ditulis di kolom ini kemarin, pembelaan kepada Bibit dan Chandra hendaklah dipahami bukan soal membela keduanya. Tapi soal matinya peluang gerakan anti korupsi.
Kita menghargai keputusan Presiden SBY yang segera merespon situasi dan kondisi yang sudah memang resah di masyarakat. Keresahan sebagian masyarakat ini tentu menyangkut kredibilitas kepolisian dan kejaksaan dan KPK. Karena itu kita beri kesempatan pada tim untuk bekerja secara maksimal. Melihat dinamika masyarakat yang berkembang demikian dinamis, kita berharap tim independen bisa menyesaikan pekerjaannya lebih cepat .
Dalam kasus penahanan, Polri dan Kejagung sebagai institusi negara yang bertanggungjawab kepada presiden, seharusnya bisa diminta untuk menghentikan kasus penahanan KPK. Permintaan ini, sebenarnya, bukanlah bentuk dari intervensi presiden. Sejumlah pengamat menilai perintah penghentian itu bisa dilakukan oleh presiden, mengingat presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dan Polri di bawah kekuasaan presiden. Kasus yang menyedot perhatian publik ini mencuat, karena persoalannya ditengarai ada tindak pidana yang dipaksakan, sulit mencari pembenaran terhadap penahanan kedua pimpinan KPK tersebut.
Pembentukan tim independen ini merupakan langkah awal untuk menyelesaikan berlarut-larutnya perseteruan antar Polri dan KPK terkait penahanan terhadap dua pimpinan non aktif KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Ini sekaligus menjadi taruhan dari Presiden SBY. Sebab bila Presiden SBY gagal untuk menyelesaikannya, termasuk kasus skandal Bank Century, diprediksi, presiden akan sulit membangun pemerintahan yang efektif untuk lima tahun ke depan.
Kita tunggu hasil kerja tim independen yang akan memberikan laporan dan rekomendasi ke Presiden. Presiden kemudian mengambil tindakan berdasarkan laporan dan rekomendasi tersebut. Hanya dengan cara inilah mengutip pendapat pengacara senior Todung Mulya Lubis kredibilitas, integritas, dan legitimasi proses hukum perkara ini, dan juga pemerintahan SBY, bisa diselamatkan. Semoga (ahmad suroso*)
tajuk/corner Tribun Batam, 2 November 2009
Menko Polhukam Djoko Soeyanto dalam konferesi pers usai diterima Presiden SBY Senin (2/11) siang, di kantor kepresidenan, Jakarta, menuturkan, Surat Keputusan Presiden tentang tim independen akan Senin sore itu juga untuk pemberlakuan tim, dan selanjutnya akan bekerja selama paling lama dua minggu.
Tim berjumlah delapan orang, diketuai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution, mantan Kapolri Koesparmono Irsan sebagai wakil ketua, dan Denny Indrayana sebagai sekretaris. Anggota terdiri pengacara senior Todung Mulya Lubis, dan Amir Syamsuddin, Guru Besar Fakultas Hukum UI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat.
Adnan Buyung menuturkan, tim akan segera bekerja melakukan suatu verifikasi, mengecek semua fakta dan proses berjalannya hingga tahapan sekarang ini atas kasus yang menimpa Hamzah dan Bibit. Hasil dari verifikasi tim akan memberikan rekomendasi kepada Presiden SBY. Dengan adanya respon yang cepat dari Presiden SBY, Adnan Buyung meminta kesabaran masyarakat agar tetap tenang, colling down dulu.
Di mata publik, penahanan dua pimpinan non aktif KPK, Bibit dan Chanda telah mengoyak rasa keadilan masyarakat. Sehingga wajar dukungan kepada mereka pun terus mengalir seiring dengan keprihatinan mendalam akan masa depan penegakan keadilan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Seperti ditulis di kolom ini kemarin, pembelaan kepada Bibit dan Chandra hendaklah dipahami bukan soal membela keduanya. Tapi soal matinya peluang gerakan anti korupsi.
Kita menghargai keputusan Presiden SBY yang segera merespon situasi dan kondisi yang sudah memang resah di masyarakat. Keresahan sebagian masyarakat ini tentu menyangkut kredibilitas kepolisian dan kejaksaan dan KPK. Karena itu kita beri kesempatan pada tim untuk bekerja secara maksimal. Melihat dinamika masyarakat yang berkembang demikian dinamis, kita berharap tim independen bisa menyesaikan pekerjaannya lebih cepat .
Dalam kasus penahanan, Polri dan Kejagung sebagai institusi negara yang bertanggungjawab kepada presiden, seharusnya bisa diminta untuk menghentikan kasus penahanan KPK. Permintaan ini, sebenarnya, bukanlah bentuk dari intervensi presiden. Sejumlah pengamat menilai perintah penghentian itu bisa dilakukan oleh presiden, mengingat presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dan Polri di bawah kekuasaan presiden. Kasus yang menyedot perhatian publik ini mencuat, karena persoalannya ditengarai ada tindak pidana yang dipaksakan, sulit mencari pembenaran terhadap penahanan kedua pimpinan KPK tersebut.
Pembentukan tim independen ini merupakan langkah awal untuk menyelesaikan berlarut-larutnya perseteruan antar Polri dan KPK terkait penahanan terhadap dua pimpinan non aktif KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Ini sekaligus menjadi taruhan dari Presiden SBY. Sebab bila Presiden SBY gagal untuk menyelesaikannya, termasuk kasus skandal Bank Century, diprediksi, presiden akan sulit membangun pemerintahan yang efektif untuk lima tahun ke depan.
Kita tunggu hasil kerja tim independen yang akan memberikan laporan dan rekomendasi ke Presiden. Presiden kemudian mengambil tindakan berdasarkan laporan dan rekomendasi tersebut. Hanya dengan cara inilah mengutip pendapat pengacara senior Todung Mulya Lubis kredibilitas, integritas, dan legitimasi proses hukum perkara ini, dan juga pemerintahan SBY, bisa diselamatkan. Semoga (ahmad suroso*)
tajuk/corner Tribun Batam, 2 November 2009
Anggodo, Mafioso Peradilan
Mafioso Peradilan
LUAR BIASA! Inilah ungkapan yang pas untuk menggambarkan terobosan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) memutar rekaman percakapan telepon seluler milik Anggodo Widjojo, adik kandung buron KPK tersangka korupsi Sistem Radio Komunikasi Terpadu di Departemen Kehutanan, Anggoro Widjojo dalam sidang terbuka uji materiil terhadap UU KPK No 30/2002 yang diajukan kuasa hukum dua pimpinan (nonaktif) KPK, Bibit dan Chandra di gedung MK Jakarta, Selasa (3/11). Rekaman itu berisi rekayasa kriminalisasi terhadap dua pimpinan (non aktif) KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto
Apalagi sidang dengan agenda mendengarkan percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah orang yang disadap KPK berdurasi total sekitar 4,5 jam itu disiarkan secara live oleh beberapa stasiun televisi ke seluruh Indonesia. Tayangan dari gedung MK ini tak kalah menariknya dengan tayangan penyergapan teroris jaringan Noordin M Top oleh tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri beberapa waktu lalu.
Rakyat Indonesia yang menyaksikan tayangan itu dibuat terpana, miris sekaligus sesekali tertawa mendengar percakapan vulgar antara Anggodo dengan sejumlah pejabat kejaksaan, dan kepolisian serta sejumlah orang. Bagaimana Anggodo sebagai seorang pengusaha bisa mendikte aparat penegak hukum untuk mengikuti kemauannya mengkriminalisasi KPK.
Dia berhasil merancang rekayasa teknis penahanan Bibit-Chandra sampai berbicara soal uang/fee. Mulai dari fee untuk pengacara dan kucuran dana untuk para penyidik, sampai soal pengiriman uang Rp3,5 miliar yang dipertengkarkan seorang penyidik kepolisian. Ucapan Anggodo juga menyerempet sejumlah pejabat penting, mulai dari mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto, Wakil Jaksa Agung AH Ritonga, Kabareskrim Komjen Susno Duaji, anggota
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Ketut Sudiharsa, sampai mencatut nama Presiden SBY.
Anggodo berperan seperti layaknya "Mafioso". Mafia awalnya merupakan nama sebuah konfederasi orang-orang di Sisilia, Italia pada Abad Pertengahan untuk tujuan perlindungan dan penegakan hukum. Konfederasi ini kemudian mulai melakukan kejahatan terorganisir. Anggota Mafia disebut "mafioso", yang berarti "pria terhormat".
Dalam perkembangannya, istilah mafia telah melebar hingga dapat merujuk kepada kelompok besar apapun yang melakukan kejahatan terorganisir. Sehingga kita sering mendengar kejahatan yang dilakukan dalam lembaga penegak hukum kita dengan sebutan "Mafia Peradilan". Mereka bukannya melindungi tetapi justru mencari kesalahan secara berlebihan dari sengketa atau dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara.
Istilah lain dari mafia peradilan adalah Markus, kependekan dari Makelar Kasus. Hampir di setiap institusi penegak hukum, ada. Tak nampak tapi menjebak. Seperti diungkapkan pengacara KPK, Trimoelja D Soerjadi yang menyebut apa yang terjadi pada rekaman percakapan Anggodo itu sebagai praktik yang lazim disebut Markus.
Itulah yang menjadi sudut penting dari pendapat hukum Trimoelja. Bahwa, realitas Markus itu, modusnya selalu begitu. Punya banyak nama penting, punya banyak nomor telepon penting, juga dengan gayanya yang SKSD (Sok Kenal Sok Dekat), menyebut nama-nama itu.
Inilah, yang publik mesti memahami, bahwa apa yang terjadi atas Anggodo, dan bagaimana dia memainkan KPK, Polri, Kejaksaan Agung, memang bukan sebuah fenomena baru. Kasus yang dialami Bibit dan Chandra bisa dikatakan sebagai masalah yang timbul di permukaan dari tumpukan gunung es mafia peradilan.Ini sudah terjadi beradab-abad, dimana ketika hukum menemui kebuntuan dan aparat main mata, maka Markus menjadi layanan siap saji yang efektif.
Meski demikian, kita tidak boleh pesimis. Hakim konstitusi yang telah mengukir sejarah baru dalam penegakan hukum di Indonesia itu bisa menambah amunisi bagi bangsa ini untuk bangkit dalam gerakan pemberantasan korupsi, serta melawan mafioso peradilan. Praktik hukum yang fair dan adil harus ditegakkan. (ahmad suroso)
corner Tribun Batam, 4 November 2009
LUAR BIASA! Inilah ungkapan yang pas untuk menggambarkan terobosan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) memutar rekaman percakapan telepon seluler milik Anggodo Widjojo, adik kandung buron KPK tersangka korupsi Sistem Radio Komunikasi Terpadu di Departemen Kehutanan, Anggoro Widjojo dalam sidang terbuka uji materiil terhadap UU KPK No 30/2002 yang diajukan kuasa hukum dua pimpinan (nonaktif) KPK, Bibit dan Chandra di gedung MK Jakarta, Selasa (3/11). Rekaman itu berisi rekayasa kriminalisasi terhadap dua pimpinan (non aktif) KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto
Apalagi sidang dengan agenda mendengarkan percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah orang yang disadap KPK berdurasi total sekitar 4,5 jam itu disiarkan secara live oleh beberapa stasiun televisi ke seluruh Indonesia. Tayangan dari gedung MK ini tak kalah menariknya dengan tayangan penyergapan teroris jaringan Noordin M Top oleh tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri beberapa waktu lalu.
Rakyat Indonesia yang menyaksikan tayangan itu dibuat terpana, miris sekaligus sesekali tertawa mendengar percakapan vulgar antara Anggodo dengan sejumlah pejabat kejaksaan, dan kepolisian serta sejumlah orang. Bagaimana Anggodo sebagai seorang pengusaha bisa mendikte aparat penegak hukum untuk mengikuti kemauannya mengkriminalisasi KPK.
Dia berhasil merancang rekayasa teknis penahanan Bibit-Chandra sampai berbicara soal uang/fee. Mulai dari fee untuk pengacara dan kucuran dana untuk para penyidik, sampai soal pengiriman uang Rp3,5 miliar yang dipertengkarkan seorang penyidik kepolisian. Ucapan Anggodo juga menyerempet sejumlah pejabat penting, mulai dari mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto, Wakil Jaksa Agung AH Ritonga, Kabareskrim Komjen Susno Duaji, anggota
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Ketut Sudiharsa, sampai mencatut nama Presiden SBY.
Anggodo berperan seperti layaknya "Mafioso". Mafia awalnya merupakan nama sebuah konfederasi orang-orang di Sisilia, Italia pada Abad Pertengahan untuk tujuan perlindungan dan penegakan hukum. Konfederasi ini kemudian mulai melakukan kejahatan terorganisir. Anggota Mafia disebut "mafioso", yang berarti "pria terhormat".
Dalam perkembangannya, istilah mafia telah melebar hingga dapat merujuk kepada kelompok besar apapun yang melakukan kejahatan terorganisir. Sehingga kita sering mendengar kejahatan yang dilakukan dalam lembaga penegak hukum kita dengan sebutan "Mafia Peradilan". Mereka bukannya melindungi tetapi justru mencari kesalahan secara berlebihan dari sengketa atau dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara.
Istilah lain dari mafia peradilan adalah Markus, kependekan dari Makelar Kasus. Hampir di setiap institusi penegak hukum, ada. Tak nampak tapi menjebak. Seperti diungkapkan pengacara KPK, Trimoelja D Soerjadi yang menyebut apa yang terjadi pada rekaman percakapan Anggodo itu sebagai praktik yang lazim disebut Markus.
Itulah yang menjadi sudut penting dari pendapat hukum Trimoelja. Bahwa, realitas Markus itu, modusnya selalu begitu. Punya banyak nama penting, punya banyak nomor telepon penting, juga dengan gayanya yang SKSD (Sok Kenal Sok Dekat), menyebut nama-nama itu.
Inilah, yang publik mesti memahami, bahwa apa yang terjadi atas Anggodo, dan bagaimana dia memainkan KPK, Polri, Kejaksaan Agung, memang bukan sebuah fenomena baru. Kasus yang dialami Bibit dan Chandra bisa dikatakan sebagai masalah yang timbul di permukaan dari tumpukan gunung es mafia peradilan.Ini sudah terjadi beradab-abad, dimana ketika hukum menemui kebuntuan dan aparat main mata, maka Markus menjadi layanan siap saji yang efektif.
Meski demikian, kita tidak boleh pesimis. Hakim konstitusi yang telah mengukir sejarah baru dalam penegakan hukum di Indonesia itu bisa menambah amunisi bagi bangsa ini untuk bangkit dalam gerakan pemberantasan korupsi, serta melawan mafioso peradilan. Praktik hukum yang fair dan adil harus ditegakkan. (ahmad suroso)
corner Tribun Batam, 4 November 2009
Langganan:
Postingan (Atom)