RAKYAT Indonesia patut bersyukur dan memberikan penghargaan kepada pihak kepolisian khususnya Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror yang telah menunjukkan keseriusannya dalam memberantas terorisme. Mereka berhasil menyergap dan melumpuhkan teroris jaringan Noordin M Top di Bekasi, Jabar, dan Temanggung, Jawa Tengah pada hari yang sama, Sabtu (8/8).
Tiga teroris tewas ditembak, dua orang Perumahan Puri Nusa Phala, Jatiasih, Bekasi, seorang lainnya yang diduga gembong teroris paling dicari, Noordin M Top di Desa Beji, Kecamaan Kedu, Kabupaten Temanggung. Penyergapan di Temanggung berlangsung dalam suasana dramatik dan menegangkan hampir 18 jam lamanya disertai tembak-menembak dan disaksikan langsung oleh masyarakat dari kejauhan.
Sementara dari penyergapan di Bekasi. ditemukan bahan material bom seberat 500 Kg yang direncanakan untuk melakukan serangkaian pengeboman di Jakarta, di antaranya targetnya, Istana Presiden, dan kediaman pribadi Presiden SBY di Puri Cikeas, Bogor pada pertengahan Agustus mendatang, serta Gedung Komisi Pemilihan Umum )KPU di Jalan Diponegoro, Jakarta.
Namun, dibalik kesuksesan kepolisian melakukan penyergapan di dua tempat persembunyian teroris di Bekasi dan Temanggung, menyisakan sejumlah pertanyaan yang mengusik akal sehat sebagian publik dan pengamat intelijen, mulai dari penyisiran sampai saat penyergapan sejumlah orang yang diduga teroris di Temanggung.
Kejanggalan pertama, pada pemilihan lokasi tempat persembunyian Noordin. Tempat yang digerebek di Temanggung kemarin sudah pernah steril oleh Polisi dan itu bukan kebiasaan Noordin mendatangi tempat yang sudah disteril. Biasanya dia langsung memutus hubungan dengan tempat tersebut.
Jaringan Noordin sulit terlacak, karena mereka hidupnya selalu di luar lokasi Based Transciever Station (BTS). Untuk komunikasi, mereka mempunyai alat komunikasi yang mempunyai frekuensi sendiri yang sulit terlacak. Noordin selain dikenal sebagai ahli bom juga pakar di bidang TI.
Kejanggalan kedua, keberadaan Noordin yang sendirian di dalam rumah tanpa disertai dengan pengawalan. Padahal, selama ini, kemana-mana Noordin selama dikawal oleh beberapa orang. Kejanggalan lainnya sosok yang diduga Noordin yang tidak memakai bom rompi. Sebab, dalam keadaan apapun, Noordin pasti menggunakan bom rompi. Lebih tak masuk akal lagi, ketika lelaki itu tertembak, terdengar suara aduh dan minta tolong. Bila benar dia adalah anggota jaringan Noordin tentunya jeritan yang terdengar adalah suara takbir.
Pertanyaan lainnya, untuk menyergap seorang teroris di rumah yang disampingnya terdapat bukit yang sangat membantu puluhan sniper untuk menembak mati sasaran, kenapa Densus 88 membutuhkan waktu sampai 18 jam lamanya, dan harus menghujani dengan rentetan tembakan dari malam sampai pagi ke rumah tersebut hingga atap genteng dan tembok hancur berantakan.
Lalu dari dokumen foto lelaki yang tertembak petugas Densus 88 dalam kondisi kepala terbelah mulai dari atas hidung ternyata sama sekali tidak ada kemiripannya dengan foto-foto Noordin yang selama ini disebar polisi. Polisi mengaku masih harus mencocokan dengan DNA anak Noordin untuk memastikan apakah pria itu Noordin atau bukan.
Memang tidak mudah untuk memberantas teroris di Indonesia. Karena hidup mereka seperti rumput, dipangkas, tumbuh lagi, ditebas tumbuh lagi rumputnya, sebab mereka mempunyai sel- sel yang siap menampung dan melindungi. Karena itu untuk memerangi teroris, maka tak ada salahnya, Densus 88 menggandeng tentara, yang sudah teruji punya pengalaman luas didalam memerangi teroris sejak zaman perang kemerdekaan.
Kewaspadaan masyarakat juga diperlukan untuk melapor ke pihak kepolisian bila menjumpai pendatang di lingkungannya yang sikapnya mencurigakan dan perilakunya aneh. (ahmad suroso)
Tribun Corner, Senin, 10 Ags 2009
Senin, 10 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar