Jumat, 29 Februari 2008

Melihat Konsep Baru Snow City Singapura (1)



BIKIN ES KRIM - Melihat cara membuat es krim dari bahan ternyata cukup simpel. Bahan nitrogen cair dicampur air yang sudah diberi rasa coklat, diaduk-aduk tak sampai5 menit sudah jadi membeku dan menjadi es krim.

Tribun/Ahmad Suroso
BERGAYA lagi minum di Bar terbuat dari balok-ballok es yang kini melengkapi fasilitas di Snow City bersuhu minus 0 derajat celcius

Renovasi Telan Dana Rp 1,95 Miliar

Salju merupakan hal tidak lazim dijumpai di wilayah tropis. Tak heran sejak berdiri pada 2001, Snow City Singapura banyak dikunjungi wisatawan dari luar negaranya. Tribun Batam dan Sing FM mendapat kesempatan melihat konsep baru Snow City dalam acara re launching bersama media-media dari Singapura. Seperti apa Snow City sekarang? Kami menyajikannya secara bersambung mulai hari ini

MESKI bukan kunjungan pertama kami ke Snow City, kunjungan ini terbilang cukup istimewa. Karena memasuki Snow City kami langsung di ajak ke lantai II untuk menikmati santap malam.
Padahal beberapa bulan lalu, restoran Snow Won dengan makanan Koreanya belum ada. Kini tempat kosong tersebut tertata rapi dengan bangku-bangku kayu alaminya.
Bulatan-bulatan lampu dengan kilaunya langsung menarik perhatian kami. "Lampunya memang sengaja dikirim dari Korea," ujar Norazani, General Manajer Snow City yang menyambut kedatangan kami. Dengan harga Rp 2,5 juta hingga Rp 7 juta, lampu-lampu tersebut memang sangat mencolok di tengah-tengah suasana alam restoran.
Tak berlangsung lama, para wartawan televisi dan cetak dari media Singapura sudah berdatangan. Kami langsung diperkenalkan dengan pemimpin Snow City, Dr Goh Chong Chia yang memang hobi traveling.
"Saya suka ski dan sudah melakukan di berbagai belahan dunia. Konsep Snow City merupakan konsep salju di berbagai belahan dunia seperti Hokaido dan lain- lain," cerita pria yang masih ganteng di usianya yang lebih dari setengah abad tersebut.
Tak hanya jajaran manajemen Snow City dan media Singapura, Manajemen Singapore Science Centre yang merupakan induk dari Snow City juga tampak hadir dalam acara re launching.
"Kami sudah menghabiskan dana lebih dari 300 ribu dollar (sekitar Rp 1,95 miliar) untuk renovasi agar membuat Snow City tak hanya menjadi tempat rekreasi tetapi sekaligus hiburan dan pendidikan untuk para siswa," jelas Dr Goh.
Usai sarapan dan mendengar cerita dari Dr Goh kami segera diajak ke auditorium di samping restoran. "Selain bermain di salju, kami memiliki program khusus untuk sekolah atau rombongan pelajar dari dalam maupun luar negeri," ujar Norazani pada wartawan.
Program tersebut adalah menjelaskan pembuatan es di Snow City secara sederhana pada para siswa. Hal tersebut layak dimengerti. Sebab Snow City merupakan bagian dari Singapore Science Center yang merupakan tempat edukasi sains milik departemen pendidikan Singapura.
Kami diajak mendengar dan melihat proses pembuatan tersebut dengan cara sederhana layaknya kuliah, yakni dengan menganalogikan seperti membuat es krim. Nitrogen cair menjadi bahan penting setelah air dalam proses pembuatannya. Petugas yang menunjukan pada kami menyiramkan nitrogen cair di sekitar wadah berisi air yang sudah diberi rasa coklat. "Aduk terus nanti air tersebut akan membeku dan menjadi es krim," jelasnya sambil mempraktekkan.
Berbahayakah nitrogen cari tersebut apabila terkena tubuh kita? Ternyata tidak karena petugas langsung menunjukan."Tubuh kita memiliki oksigen, sekedar menyentuh dan mengalir tak masalah. Tetapi kalau terus ada tentu tubuh kita akan membeku," tutur petugas tersebut sambil membuktikan dengan menyiramkan nitrogen cair ke tangannya.
Program tersebut memang ditujukan untuk para siswa mulai dari TK hingga SMA dengan beberapa program yang berbeda. Meski disampaikan dengan mudah, informasi tersebut bagi kami terbilang cukup baru.
Tak berapa lama kami sudah disibukkan dengan memilih jaket, sepatu, sarung tangan sebelum memasuki arena snow city yang baru saja direnovasi dengan menghabiskan dana Rp 19,5 miliar tersebut.(tari/ros-bersambung)


Dimuat di Tribun Batam edisi Sabtu (1/3/08)

Kamis, 28 Februari 2008

Gigi Palsu Tertinggal di Hotel Singapura


Dari Kanan ke kiri: Norazani, aku, Tari dan Bambang di Snow City, Rabu (23/2).
Rabu, 23 Februari 2008
SETELAH mengalami kejadian menyebalkan --setengah jam diinterogasi petugas Imigrasi Harbour Front Singapura--, kami bertiga (aku, Tari,dan Manajer Operasional Radio Sing FM Bambang Pamungkas) istirahat sejenak di sebuah kedai kopi pintu keluar pelabuhan tersebut.
Seperempat jam kemudian baru kami ke tujuan utama, obyek wisata bernuansa salju bersuhu minus 0 derajad celcius, Snow City di wilayah Jurong. Saat menginjakkan kaki di Snow City, jam sudah menunjukkan pukul 7.30 malam waktu Singapura.
Di sana kami disambut General Manager Snow City, Norazani Shaddin, pria blasteran Padang (ibu) dan Pakistan (bapak) kelahiran Singapura 46 tahun lalu. Menurut informasi awal dari Bambang, malam itu sebetulnya acaranya Dinner dengan direksi Snow City. Tapi ternyata batal.
Setelah sekitar 1 jam ngobrol dan makan bareng Norazani restoran Korea Snowon di lantai 2 Snow City, Norazani mengajak jalan-jalan ke Johor Baru, Malaysia. "Gimana kalau malam ini kita nyebrang ke Johor Baru. Saya punya teman baik di sana yang memiliki tempat hiburan," ajak Norazani. Namanya juga tamu kami mengamini saja.
"Baiknya, kita ke hotel dulu atau langsung Johor Baru," lanjut Nora.
"Lebih baik langsung ke Johor saja Pak Nora. Sebab kalau sudah sampai hotel, karena badan capek biasanya malas keluar lagi," aku menyela.
Jadilah kami berempat naik mobil mewah Honda Stream milik Norazani ke Johor Baru. Perjalanan 20 menit kami tempuh untuk sampai pos pemeriksaan imigrasi Woodland yang menjadi pintu keluar Singapura menuju Johor Baru melewati jembatan tapal batas yang membelah selat Tebrau.
Saat itu aku lihat di pintu masuk pos imigrasi Woodland antrean ratusan mobil dan sepeda motor. "Sudah malam kok masih berderet-deret antrean ratusan motor dan mobil mau ke Malaysia," tanyaku ke Norazani
"Iya mereka para pekerja dari Malaysia. Setiap hari ada 20.000-an pekerja dari Johor yang bekerja di Singapura. Mereka nyebrang ke Singapura pagi pulang malam," jelas Nora.
Di pos perbatasan ini, mereka yang mau keluar dari Singapura ke Johor atau sebaliknya dari Johor ke Singapura tidak dipungut pass. Ini berbeda dengan di Harbour Front yang memungut pass 16 dolar Sing (1 dolar Sing setara Rp 6.550) ketika kita akan keluar dari Singapura via harbour Front.

Setelah kami melewati pos imigrasi Woodland dan imigrasi Johor Baru, mobil melaju menuju Pasarraya Giant di tengah kota Johor Baru. Kami lalu ke tempat Karaoke lantai 2 Pasarraya yang memiliki 20 kamar dan hall terbuka tempat kongkow sambil menonton layar lebar yang memutar CD musik.
Di sini, kami berempat karaoke ria hampir dua jam lamanya. Bos Snow City yang mengaku sering melakukan perjalanan dinas ke Amrik, negara-negara Eropa, Asia itu ternyata penggemar tembang-tembang 'jadul' alias jaman dulu banget. "Saya paling suka lagu-lagu lama tahun 50-an, 60-an..."
Makanya tak heran sepanjang perjalanan dari Snow City ke Johor Baru, dan kembalinya dari Johor Baru ke Singapura, dia lebih banyak memutar CD tembang-tembang lawas di mobilnya, antara lain lagu berjudul "Aryati".
Saat waktu menunjukkan jam 11.30 malam waktu Malaysia, kami kembali ke Singapura. "Kita nanti mampir beli sate atau durian ya," ajak Nora. "Wah beli durian aja Pak Nora.Kalau sate sudah kenyang nih," lagi-lagi aku yang memang paling doyan makan durian menyela
Sebelum sampai di pos penyebrangan imigrasi Johor Bahru, Norazani mampir ke SPBU beli bensin. "Saya biasa beli bensin di Johor. Soalnya kalau beli di Singapura mahal, sebulan saya bisa habis 400 dolar Singapura. Kalau beli disini paling cuma separonya," kilah Nora yang beristrikan orang Minang itu.

Gigi Palsu Tertinggal

Dari Johor, oleh bos Snow City yang juga berpengalaman kerja di hotel itu kami dibawa ke Geylang yang dikenal sebagai kawasan merah, banyak tempat hiburan esek-esek."Kata orang Geylang itu Las Vegasnya Singapura," cetus Nora begitu kami sampai di pusat jualan durian di kawasan Geylang.
"Gila", kataku ketika menyaksikan perempuan-perempuan berpakaian menantang dari berbagai etnis, Cina, Melayu, India. Ada yang sedang nongkrong di kedai-kedai kopi depan deretan gedung- gedung pertokoan yang masih terang benderang, atau berdiri dalam jarak dekat di jalan-jalan lorong menanti lelaki hidung belang.
"Di Geylang sini denyut kehidupan malamnya ramai sampai jam 3-aan (dinihari)," ucap Nora sambil menikmati durian. Dia beli empat butir durian. "Nikmat juga rasanya manis banget," kataku..
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 dinihari saat kami beranjak dari tempat penjual durian itu menuju ke hotel Fragrante Hotel di Lorong 18 Geylang yang berjarak sekitar 1 km. Sampai di kamar hotel, aku langsung membersihkan badan, sholat dan tidur.
Sekadar untuk diketahui, sejak aku pasang tiga gigi geraham palsu bagian bawah sebelah kiri sebulan lalu sebulan lalu, aku punya kerjaan tambahan setiap hari. Setiap mau mau tidur, tiga gigi palsu yang berkaitan itu -- sesuai saran dokter gigi di Batam yang membikinkan aku gigi palsu - aku copot lalu aku rendam air di dalam gelas. Paginya, setelah bangun tidur aku pasang lagi.
Karena itu ketika mau beranjak tidur pukul 02.00 dinihari, aku tak lupa melepas tiga gigi palsu itu lalu aku taruh dalam gelas air mineral yang disediakan hotel. Keesokan harinya seusai mandi, aku mengemasi barang
Rabu pagi pukul 08.15 waktu Singapura (07.15 WIB) Tari dan Bambang yang sudah siap berangkat nyamperin ke kamarku untuk turun di lobby hotel menunggu dijemput Pak Nora. "Sudah nggak ada yang ketinggalan mas Roso," tanya Bambang mengingatkan aku.
"Kayaknya sih enggak. Yuk kita tunggu Pak Nora di lobby," kataku.
Begitu mobil sedan Honda Stream milik Pak Nora datang kami segera bergegas masuk mobil. Baru sekitar 500 meter mobil berjalan, lidahku merasakan ada kurang di gigiku. "Astaga, gigi palsuku masih tertinggal di hotel. Maaf Pak Nora bisa balik lagi ke hotel," seruku.
Hihihi...malu juga aku sama Pak Nora, Tari dan Bambang yang mengumbar senyum setelah mendengar ..permintaanku. Kepergianku ke Singapura yang ketujuh kalinya ini bener-bener pengalaman konyol yang tak terlupakan.
Pertama, paspor tertinggal di rumah, kedua, diinterogasi imigrasi Singapura, dan yang ketiga tiga gigi palsuku tertinggal. "Belum puas mungkin gigi palsuku ini menikmati jalan-jalan di negeri Merlion... hahahaha". Apes...apes. (Ahmad suroso)

Rabu, 27 Februari 2008

Aku Dikira Teroris oleh Imigrasi Singapura!?


BAR - Faslitas bar di Snow City Singapura bersuhu dibawah 0 derajat celcius


Aku bersama Norazani, bos Snow City Singapura
SINGAPURA, 26 Februari 2008
SELASA (26/2) pukul 6 PM (17.00 WIB) kapal Ferry Wave Master yang membawa aku, wartawan Tribun Tari, dan Manajer Operasional Radio Sing FM Bambang Pamungkas dari pelabuhan Harbour Bay Batu Ampar Batam merapat di dermaga pelabuhan Harbour Front Singapura. Aku dan para penumpang pun turun, lalu antre di ruang pemeriksaan paspor dan tiket Imigrasi pelabuhan pintu masuk Singapura dari wilayah Kepri itu.
Saat itu hanya sekelintir orang yang antre, sehingga semuanya masih berjalan lancar. Setelah Bambang, Tari selesai diperiksa paspor dan tiketnya dan diketok (cap) imigrasi pelabuhan setempat, nah giliran aku diperiksa muncul insiden yang menyebalkan. Petugas setelah mengecek berkas paspor dan tiketku, dia sebentar menatap tajam aku, lalu bilang, "Mari ikut saya ke kantor dulu..."
Degdegplas...kaget aku. Sambil mengikuti si petugas itu, aku ngedumel dalam hati, apes bener nasibku hari ini. Karena sebelumnya saat aku ke Harbour Bay Batam, Pasporku sempat ketinggalan. Ini baru aku menyadari saat mau masuk ke Harbour Bay. "Paspornya mana?" tanya Tari, reporter Tribun yang aku ajak bareng ke Singapura.
"Astaga...lupa aku Tar. Tertinggal di mess (Tribun). Orang mau ke Singapura kok seperti mau ke Tanjungpinang saja," gerutuku sambil memukul jidat.
Seketika itu aku angkat HP telpon Edy Sijabat yang mengantarku ke pelabuhan dari kantor Tribun. "Ed...tolong balik lagi ke Harbour Bay antar aku ke Mess. Pasporku ketinggalan..." Akibatnya rencana bertolak dari Harbour Bay jam 3 sore, mundur jadi jam 4.
Kembali ke kejadian di Harbour Front, aku dibawa ke ruang tertutup ukuran 2x3 meter yang letaknya berada di depan dua meja kerja, dimana dua petugas aku lihat sedang menginterogasi seorang TKW asal Indonesia. "Tunggu di sini," ucap si petugas tadi sambil meninggalkan aku duduk sendirian di ruang tertutup, tapi pintunya terbuka.
Sambil duduk dengan hati gelisah, aku teringat kejadian saat mau masuk Singapura via pelabuhan Woodland dari Johor Baru Februari 2005 lalu. Saat itu aku bersama sekitar 10 orang terdiri wartawan dan humas Otorita Batam yang dipimpin Manajer Marketing OB Ir Novrianto MSc yang baru selesai press tour ke Malaysia selama empat hari tiga malam, bermaksud pulang ke Batam lewat Singapura.
Saat itu aku bersama rombongan setelah melewati pos pemeriksaan imigrasi Woodland Singapura, oleh petugas digiring ke ruang tunggu kantor Imigrasi pelabuhan tsb. Saat itu kami tidak ada yang diinterogasi, tapi hanya didiamkan saja menunggu sampai sekitar 40 menit. Setelah 40 menit berlaku, tiba-tiba datang petugas imigrasi ke arah kami dengan senyum mengembang menyerahkan berkas paspor dan tiket kami sambil berujar pendek, "Ok clear...clear". Kami pun lega bisa melanjutkan perjalanan, tapi hati tetap dongkol, sebab tidak penjelasan mengapa kami ditahan.

Kembali ke perlakuan petugas di Imigrasi Harbour Front, hatiku mulai tak nyaman, setelah sekitar 10 menit aku didiamkan saja sendiri. Aku heran mengapa dicegat, padahal aku sudah 7 kali ini masuk Singapura aman-aman saja, bisa melenggang masuk negeri Merlion itu.
Dari ruang aku 'disekap' aku dengar sebagian percakapan antara dua wanita petugas imigrasi (satu etnis Cina, satunya Melayu) dengan si TKW apes itu, karena pintu ruang aku duduk tidak ditutup. "Kamu tak boleh masuk Singapura. Kamu tahu tak dicekal dua tahun tak boleh masuk Singapura. Kamu harus balik (ke Indonesia-red). Kamu ngerti tak apa yang saya cakap (omongin), kalau tak ngerti tanya, jangan diam aja" bentak dua petugas imigrasi berulang-ulang. Si TKW malang asal Jatim itu beberapa kali hanya menjawab pendek, "Ya" dengan suara lirih.
Tiba-tiba, seorang petugas berusia sekitar 25 tahun bermata sipit masuk ke ruangku. Dia ambil posisi duduk di sebelahku. Disinilah aku ditanyai macam-macam, mulai ke Singapura tujuannya kemana, siapa yang ngundang, nginap dimana dan lainnya. Gaya tanyanya seperti wartawan sedang mewawancarai nara sumber yang mau diprofilkan.
Celakanya aku tak tahu nama bos Snow City yang mengundang, karena yang melakukan kontak person ke bos Snow City, Bambang dari Sing FM. Dan sebetulnya yang diundang bosku, Cak Febby, Pemred Tribun Batam Febby Mahendra Putra. Tapi karena hari Rabu itu ia masih berada di Jakarta, ia minta aku menggantikannya
"Anda dua hari mau kemana," tanya si petugas.
"Diundang bosnya snow city"
"Siapa namanya, dan undangannya mana?"
"Wah maaf saya tak tahu, karena saya hanya diundang melalui teman saya Bambang dari Radio Sing FM. Orangnya sudah ada di pintu keluar pelabuhan ini. Dia paling sudah menunggu saya di dalam..Silakan cek ke dia..."
"Mau nginap di mana?"
"Belum tahu, mungkin di Snow City..". Pikir saya mungkin petugas itu makin curiga, karena snow city bukan penginapan
"Apa pekerjaan Anda?
"Saya jurnalis dari Tribun Batam," jawabku sambil menunjukkan kartu pers Tribun.
"Kok namanya beda. Di Paspor Suroso, di kartu pers Ahmad Suroso," tanyanya menyelidik.
"Iya nama saya memang Suroso. Tapi di media, nama saya tertulis Ahmad Suroso"
"Mau interview?"
"Saya diundang untuk meliput acara Snow City?
Aku yang mulai tak nyaman sekaligus kesal pada petugas berperawakan kecil itu menukas, "What's wrong with me," .
"No..no, tak ada. Hanya ingin tanya aja," ucapnya santai sembari tersenyum.
"Sudah pernah meliput ke Aceh atau Poso?" .
"Belum pernah". Terbesit dalam otakku, jangan-jangan karena pakai nama Ahmad dikira anggota jaringan teroris yang patut dicurigai.
"Ke Sulawesi?"
"Juga belum pernah, Yang sudah baru ke Kalimantan, Jawa dan Sumatera,"
"Sudah berapa lama jadi jurnalis?"
"22 tahun"
"Punya keluarga?"
"Punya, istri dan anak saya di Yogya"
"Siapa namanya?" tanyanya lagi sambil mencatat jawabanku.
"Yuli"
Itu antara lain pertanyaan yang nyerocos dari mulut si petugas.
"Oke, bapak tunggu di sini," ujar petugas itu sambil keluar ruangan. Dalam hati aku mengumpat, sialan si petugas imigrasi Singapura. Apa maunya?
Sekitar 5 menit kemudian, petugas imigrasi yang memeriksaku datang lagi, lalu bilang," Ok pak silakan urus paspornya ke petugas itu," sambil tangannya menunjuk dua wanita yang tadi menginterogasi si TKW tadi.
"Aku lalu menghadap petugas imigrasi yang beretnis melaui. Aku lihat wanita itu sedang memegang pasporku, mengetik di komputer lalu mengetok (cap) di paspor dan tiket ferry, lalu menyerahkan kembali paspor dan tiketku.
Aaaahh... lega sudah aku bebas dari pemeriksaan petugas Imigrasi yang menyebalkan.
Setelah tasku melewati pemeriksaan XRay, Bambang dan Tari yang sudah menunggu di dalam pelabuhan Harbour Front tanya, tanya: "Ada apa kok lama sekali?"
"Asem, aku dicegat dan ditanyain macam-macam oleh petugas imigrasi. Nggak tahu kenapa. Mungkin gara-gara nama Ahmad. Dikira teroris kali," jawabku.
"Wuaahahaha, menarik ini ditulis di blogku," tukas Tari tertawa ngakak. "Iya memang tadi ada petugas imigrasi yang tanya ke kita, apa datang bersama Ahmad Suroso,"cetus Bambang.

Malamnya setelah sampai di Snow City ketemu dengan General Managernya, Norazani Shaiddin aku ceriterakan kejadian itu. "Oo.. Iya tadi petugas imigrasi Harbour Front telpon saya, tanya apa benar mengundang tamu namanya Ahmad Suroso. Saya bilang....iya itu tamu saya. Dia, ia lalu minta maaf," jawab Norazani, yang ibunya berasal dari Padang dan Bapaknya Pakistan itu.

Dari pengalamanku ini, aku hanya bisa wanti-wanti pada siapa saja bila ingin masuk Singapura yang dikenal sebagai negara yang menerapkan berbagai peraturan dengan sanksi keras, tanpa pandang bulu, pastikan anda membawa bekal yang cukup, tujuan harus jelas, bila diundang orang Singapura pastikan Anda tahu namanya dan kontak personnya. Ketika melewati pos pemeriksaan imigrasi, bersikaplah santai namun wajar, tidak celingukan, kalau tidak mau dicurigai petugas Ini Singapura Bung!(Ahmad Suroso)

Sabtu, 23 Februari 2008

Tak Boleh Beritakan Korupsi...Apa Kata Dunia!

Melita Indrayani SE, Sekretaris KPPI Batam
Sabtu, 23 Februari 2008
JAM menunjukkan pukul 09.00 WIB ketika aku menginjakkan kaki di Asrama Haji Batam Centre. Pagi itu aku diundang untuk memberikan materi di depan 80-an perempuan anggota Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Kota Batam, sebuah komunitas gabungan aktifis perempuan dari berbagai Partai Politik di Wilayah Kota Batam yang mengikuti pelatihan bertajuk “Perempuan Menuju 2009”.
"Assalamu'alaikum," sapaku pada tiga orang ibu-ibu panitia pelatihan di meja pendaftaran pintu masuk ruang aula Asrama Haji, tempat diselenggarakannnya pelatihan yang berlangsung sejak 22 Februari 2008 itu.
"Walaikum salam, bapak dari mana?" tanya seorang ibu ramah.
"Saya dari Tribun Bu yang diundang panitia untuk memberi materi pagi ini," jawabku.
"Oya Pak, silakan tunggu dulu di dalam. Nanti sesi Bapak jam 09.30 sampai 10.30," ucap ibu lainnya.
"Saya kira mulai jam 9 Bu, karena didalam undangan tertulis jam 9 sampai 10," tukasku.
Pantesan, kataku dalam hati, kok pesertanya baru terlihat sekitar 5 orang. Untung setengah jam kemudian saat acara dimulai, peserta lainnya datang hingga mencapai sekitar 80 orang.
***
Di hadapan ibu-ibu yang usianya berkisar antara 30 sampai 50 tahun itu oleh panitia aku diminta membawakan topik "Kreasi Penyampaian Pesan Melalui Media". Namun dalam paparannya, saya awali dengan topik media sebagai penyalur aspirasi politik.
Setelah setengah jam saya sharing pengetahuan dan pengalaman, acara dilanjutkan dengan dialog.
Ibu-ibu ternyata antusias juga bertanya, mulai dari mengapa pers cenderung suka mengangkat kasus-kasus perselingkungan DPRD, korupsi pejabat, perlindungan wartawan, sampai pertanyaan apa benar tiap bulan wartawan dapat dana rutin dari departemen/instansi tertentu, sampai permintaan disediakan kolom khusus untuk perempuan di Tribun.
"Ibu-ibu, fungsi pers itu selain sebagai media informasi, hiburan, dan pendidikan, juga berfungsi sebagai sarana sosial kontrol. Begitu urgennya media, sehingga pers sering disebut sebagai institusi kekuatan keempat dalam suatu pemerintahan atau pilar keempat demokrasi," jawabku semangat.

"Jadi, kalau ada anggota legislatif atau pejabat yang selingkuh atau korupsi kemudian diberitakan di media massa itu memang sudah tugasnya pers menjalankan fungsi sosial kontrol. Kalau kasus- kasus yang menyangkut moralitas pejabat yang tidak bisa dijadikan contoh, bertindak korupsi terus pers diam saja...Apa kata dunia!," kilahku berseloroh mengutip ungkapan yang sering dilontarkan tokoh Naga Bonar dalam film Naga Bonar 2.
Terkait dengan peran pers sebagai media penyalur aspirasi politik, saya bilang tidak bisa dipungkiri media massa memiliki posisi penting sebagai wahana penyalur aspirasi atau propaganda politik. Setiap persuasi politik yang mencoba memanipulasi psikologis khalayak sekarang ini, sangat mempertimbangkan peranan media massa.
Makanya perempuan yang terlibat di parpol maupun sebagai calon yang akan maju dalam pemilu mendatang, ibu-ibu perlu mengetahui cara membangun citra diri/partai melalui media. Sebaiknya memiliki keterampilan menulis supaya dapat menghasilkan naskah-naskah yang diperlukan untuk kepentingan pencitraan positif dan popularitas sebagai politikus /parpol. Selain itu diperlukan sebuah hubungan yang baik dengan kalangan pers/media massa ess. Kenali karakteristik wartawan, format media, cara kerja wartawan/media, dan sebagainya.
Oke deh madam, selamat menjadi calon srikandi atau singa panggung pada pertarungan Pemilu 2009. Semoga target meraih kursi 30 persen untuk perempuan di kursi DPR/D tercapai. (Ahmad Suroso)

Jumat, 22 Februari 2008

Masuk 10 Karya Terbaik Lomba Penulisan RUU AP

22 Februari 2008
JUMAT malam (22/2) sekitar jam 9, Pak Camat, panggilan Agus Sumarwah, wartawan Tribun Batam di Biro Tanjungpinang ngontak aku lewat YM (Yahoo Mesenger)ku, roso_tribun@yahoo.com.
"Malam mbah, selamat ya. Tulisan mbah RUU AP Spirit Baru Reformasi Birokrasi memenangkan lomba, masuk 10 karya terbaik dari 99 karya tulis yang dinilai dewan juri. Saya baca di milis AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia-red)," ungkap Marwah yang biasa memanggil namaku, dengan sebutan mbah..
"Ah yang benar Wah, mana alamat milisnya AJI".
"Ini milisnya aku forward ke email mbah sekarang."
Sekian menit kemudian, milis AJI itu sudah masuk ke emailku. Ketika aku buka ternyata memang benar, karya tulisku yang aku muat berseri di Tribun Batam edisi 29-30-31 Januari 2008 lalu masuk 10 karya terbaik nomor 7 pilihan dewan juri.
Meskipun hanya masuk di nomor urut 7 dari 99 karya yang dinilai tim juri lomba penulisan jurnalistik berhadiah total Rp 27 juta itu, aku tetap bersyukur. Ya setidaknya karyaku yang juga aku posting di blogku ini dihargai para dewan juri tingkat nasional. Aku blom tahu, apakah hanya masuk 7 besar karya terbaik masih dapat hadiah duit. Tapi sesuai dengan pengumuman panitia, minimal karyaku yang masuk 10 tulisan terbaik akan "diapresiaikan" dalam bentuk penerbitan buku oleh Kementerian PAN-SfGG GTZ bulan Maret 2008 besok.

Inilah siaran lengkap panitia lomba yang dimuat di Milis AJI 22 Februari 2008:
SIARAN PERS
PANITIA LOMBA PENULISAN JURNALISTIK RUU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
KERJASAMA KEMENTERIAN NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA-SfGG GTZ-AJI
JAKARTA

Jakarta, 22 Februari 2008
Berdasarkan penilaian tim juri yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunan Aparatur Negara Kep/234/M.PAN/ 9/2007 dalam Lomba Penulisan Jurnalistik untuk wartawan Media Pers Cetak dan Media On-Line tentang RUU Administrasi Pemerintahan, maka pada tanggal 21 Februari 2008 setelah memperhatikan bobot penilaian dari 99 karya tulis, disepakati
pemenang lomba adalah:
1. Sutta Dharmasaputra dengan judul tulisan “Administrasi Pemerintahan Kunci Benahi Birokrasi, RUU AP Kado Pemerintah dan DPR untuk 10 Tahun Gerakan Reformasi” dari Koran KOMPAS.
2. Sidik Pramono dengan judul tulisan “Membentuk Sistem Berbatas Waktu” dari Koran KOMPAS
3. Ibnu Yunianto dengan judul tulisan “Mengasah Taji PTUN dengan RUU Administrasi Pemerintahan Upaya Perkuat Eksekusi Pengadilan TUN” dari Koran Jawa Pos.
Karya ketiga juara tersebut diatas secara otomatis masuk dalam daftar 10 besar karya terbaik yang dipilih dewan juri.
Tujuh karya lain yang masuk dalam 10 besar adalah:
1. Mardani Malemi dengan judul tulisan “UU AP untuk Gaya Kepemimpinan Irwandi/Nazar” dari Koran Rakyat Aceh.
2. Ahmad Fitri dengan judul tulisan “Berharap Pemerintah Makin Membuka Diri” dari Harian Riau Pos.
3. Heri S Soba dengan judul tulisan “Sebuah Awal dari Reformasi Birokrasi” dari koran Suara Pembaruan.
4. AHMAD SUROSO dengan judul tulisan “RUU AP Spirit Baru Reformasi Birokrasi” dari koran Tribun Batam.
5. Eko Yanche Edrie dengan judul tulisan “Menyambut UU Administrasi Pemerintahan Menuju Perubahan Paradigma Penyelenggara Pemerintahan” dari Harian Umum Haluan.
6. Sawir Pribadi dengan judul tulisan “UU AP dan Kepastian untuk Rakyat” dari Harian Singgalang.
7. M Yamin Panca Setia dengan judul tulisan “Birokrasi Menelurkan PNS Kompetitif” dari koran Jurnal Nasional
Selanjutnya tim juri menetapkan juara favorit lomba jurnalistik yakni peserta yang mengirimkan artikel terbanyak dengan nilai tinggi adalah:
- M Yamin Panca Setia dari koran Jurnal Nasional
Kesepakatan sebagaimana tersebut diatas didasarkan pada hasil penilaian berdasarkan kriteria:
- Teknik Penulisan(bobot nilai 30%), Substansi (bobot nilai 40%), Relevansi dengan kasus yang ditulis ( bobot nilai 30%).
Penetapan juara ini disepakati oleh tim juri yang terdiri dari:
1. Ketua tim juri: Eko Prasojo (Guru Besar FISIP Universitas Indonesia)
2. Sekretaris: Hoky Siregar (SfGG GTZ)
3. Anggota: Jusuf Hariri (Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara)
4. Anggota: Atmakusumah Astraatmadja (Jurnalis Senior)
5. Anggota: Bivitri Susanti (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan)
Penjurian final telah dilakukan di Kantor Kementerian Negara PAN di Jakarta, pada 21 Januari 2008.
Penyerahan hadiah untuk juara 1,2,3 dan juara favorit akan dilakukan pada Bulan Maret mendatang (tanggal menyusul) dan diserahkan langsung oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi bersamaan dengan acara diskusi dan peluncuran buku tentang RUU AP.
Demikian siaran pers ini, untuk keterangan lebih lanjut terkait lomba dapat menghubungi:
1. Ketua Tim Juri: Eko Prasojo (08151641171)
2. Kementerian Negara PAN: Jusuf Hariri (0816745709)
3. Panitia Lomba: Desy Saputra (0818460676/ 021-93105568)

Hormat Kami,

Desy Saputra
(Panitia Lomba)

Kamis, 21 Februari 2008

Nostalgia...KABAR MAWA WISA


16 Februari 2008
Malam Minggu, 16 Februari lalu aku sarimbit (berdua) bersama istri melangkahkan kaki ke Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY), menonton ketoprak wartawan dengan lakon ‘Kabar Mawa Wisa’ karya Susilo Nugroho alias Den Baguse Ngarso, penyelaras akhir pelawak Marwoto Kawer.
Selain menyaksikan ketoprak yang didukung empat pelawak Yogya; Gareng Rakasiwi, Jonet, Wisben, dan Yati Pesek, serta artis dan presenter Rieke Dyah "Oneng" Pitaloka, aku juga bernostalgia dengan beberapa wartawan Yogya, khususnya harian Bernas yang sudah aku tinggalkan sejak awal tahun 2003 lalu. Mereka antara lain Farid, Adi Prabowo, Himawan, Sulis, Clemon yang kini juga sudah angkat kaki dari Bernas.
Ketoprak yang mengangkat lakon "Kabar Mawa Wisa" (kabar mengandung bisa) ini benar-benar dapat menghibur para penonton termasuk Walikota Yogya Heery Zudianto. Penuh dialog satire yang dikemas secara kocak, menggelitik, dan adegan semi teatral, membuat penonton yang mbludag sering terpingkal-pingkal.
Pementasan dalam rangka menyambut Hari Pers Nasional itu menyuguhkan renungan mendalam tentang idealisme wartawan dalam kemasan penuh banyolan, karena para wartawan berhadapan dengan pemain ketoprak yang juga kebanyakan pelawak. Salah satunya terlihat pada adegan akhir dialog keras antara Candramawa dengan Mas Rara Nastiti (dimainkan Reike Dyah Pitaloka). ”Nastiti, kowe kudu tunduk marang dhawuhe Kanjeng Adipati (Nastiti kamu kamu tunduk pada perintah Kanjeng Adipati),” gertak Candrawmawa.
Tidak. Saya tidak mau tunduk pada Kanjeng Adipati. Saya tetap wartawan. Saya akan ekspos kadipaten yang korup ini. Saya siap menulis dan mengkritisi !” tantang Nastiti dengan sengit pula kepada Candramawan.
Candramawa pun ketus bilang ”Eling lho Nastiti. Tulisanmu ki pancen cerdas, jujur lan kepenak diwaca. Ning tulisanmu ki mawa wisa. Durung karuwan ngrampungke perkara, ning mesti mawa korban. Isa korban aku, ning ya isa korban kowe dhewe !” kata Candramawa, penyidik yang tegas, tidak mau disuap) berapi-api.
"Assu," tukas Rieke Dyah Pitaloka yang kagok melafalkan dialog bahasa Jawa sambil ngeloyor meninggalkan panggung, menandai berakhirnya pentas ketoprak tersebut. Kata dimaksud adalah ungkapan misuh yang artinya anjing. Namun karena dilontarkan dalam kontek humor, sehingga direspon penonton dengan terkekeh-kekeh.
Tadi siang (22/2)aku dapat SMS dari Sulis yang dalam ketoprak itu berperan sebagai salah pemburu berita, bulan depan lakon ketoprak Kabar Mawa Wiso itu ditanggap oleh RCTI untuk main di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Oke, sukses untuk tempat-teman wartawan Yogya.

****
Usai menyaksikan ketoprak tersebut, aku jadi teringat pengalaman masa kecil yang tak mungkin terlupakan. Ceritanya, waktu masih SD (akhir tahun 1960-an sampai awal 1970-an) aku hobi nonton ketoprak dan wayang kulit. Tiap ada pentas ketoprak atau wayang di wilayah sekitar tempat tinggalku di Demangan, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta aku selalu menonton.

Ceritanya saat aku masih usia 9 tahunan aku nonton wayang kulit di kampungku yang saat itu masih ndeso dan masih banyak tumbuh rumpun bambu, dan pohon-pohon besar. Dinihari sekitar pukul 02.00 aku ngantuk berat, lalu memutuskan pulang sendirian. Tapi sampai gang dekat rumah rasa takut menyergapku saat aku melihat seperti ada bayangan hitam berkelebat di pohon duku dekat pagar bambu.
Karena takut aku langsung lari terbirit kembali ke tempat pentas wayang kulit. Karena tak kuat lagi menahan kantuk, aku memutuskan tidur di emperan toko besi Sinar Logam Jl Solo (kini depan Mal Saphir Square Yogya) dekat penjual kacang goreng klitikan.
Rupanya karena sampai jam 4 subuh, aku belum juga pulang, orangtuaku menyusul mencari aku ke lokasi pentas wayang kulit sekitar 50 meter dari gang samping toko Sinar Logam. Setelah mencari kesana kemari tak ketemu, bapakku minta tolong penyenggara wayang mengumumkan siapa yang mengetahui keberadaan seorang bocah lelaki usia 9 tahunan untuk memberitahu ke orangtuanya yang menunggu di dekat panggung.
Setelah mencari kesana kemari, bapakku akhirnya menemukan aku yang masih tertidur di emperan toko dalam posisi badan meringkuk. "Oalah le, kowe iki gawe susah wong tua," cetus Bapakku setelah membangunkan aku dan menggendongnya pulang ke rumah.
Sampai di rumah - saat itu sudah subuh - keluargaku dan tetangga sudah berkumpul menunggu aku. Karena di rumah banyak orang, aku merasa malu bukan kepalang. Aku yang dasar masih lugu dan katrok, langsung sembunyi di kolong tempat tidur...hahaha. (ahmad suroso)

Nonton film dan ketoprak sarimbit


Kamis, 14 Februari 2008

SEPERTI biasa, setiap sebulan atau satu setengah bulan sekali aku selalu pulang menengok keluarga (anak istri) di Yogyakarta. Cuma kepulanganku alias melakoni "ritual" S3 (sebulan sekali setor) -- pada 13-20 Februari 2008 kemarin agak istimewa dibanding bulan-bulan sebelumnya. Pertama, pas di Hari Valentine alias Hari kasih Sayang aku dapat bonus dua tiket gratis nonton film di Cineplex 21 Mal Plaza Ambarukmo, saat membeli 2 voucher Mentari a Rp 50.000 di gerai Indosat Yogya. yang kedua, aku bisa refreshing bersama istri nonton pentas ketoprak wartawan.

"Ini bingkisan dari Indosat di hari valentine," kata petugas dari balik loket Indosat. "Wah ini kesempatan mengajak istri nonton film bareng di bioskop," bisikku dalam hati. Jujur saja, sejak aku menikahi mantan pacarku Tri Rokhyat Yuliasih 19 tahun lalu, baru kali ini aku nonton berdua dengan istri.
"Bu nanti malam nonton film di bioskop 21 yuk," ucapku membujuk istri setibanya di rumah dari pulang ngantor di Universitas Widya Mataram Yogya.
"Yaa...Kok tumben Pak!," jawab istriku penasaran "Hooh iki, aku dapat dua tiket gratis dari Indosat. Itung-itung nostalgia waktu pacaran dulu.. hehehe," tukasku sambil menunjukkan voucher untuk ditukar dengan tiket di bioskop 21, berlaku untuk hari itu juga.
Begitulah, ba'da sholat maghrib, aku sarimbit (berdua) bersama istriku meluncur ke cineplex 21 di lantai 5 Plaza Ambarukmo. Sampai di cineplex 21 yang mempunyai 5 gedung bioskop itu, sudah banyak pengunjung. Mayoritas remaja berpakaian gaul yang berpasang-pasangan. Aku yakin sebagian dari pasangan remaja itu nonton untuk merayakan hari Valentine.
Sementara aku, bukan karena Hari Valentine, tetapi semata-mata pengen refreshing setelah dapat tiket gratis aja, dan itung-itung nostalgia nonton bareng mantan pacar yang kini sudah memberiku dua anak... hehehe. Film yang aku tonton "ROMANTIS OTOMATIS", film komedi bertabur bintang tenar antara lain Tora Sudiro, Wulan Guritno, Marsha Timothy, pelawak Tukul Arwana, Tarzan.
Film ini bercerita tentang Nadia (Marsha Timothy), wanita kaya yang bekerja sebagai pemimpin redaksi sebuah majalah wanita yang jatuh cinta pada pria dengan kelas social lebih rendah. Di tempat kerjanya, Nadia bertemu dengan seorang pemuda lugu asal Yogya yang bekerja sebagai karyawan administrasi bernama Bambang (Tora Sudiro). Ketulusan Bambang bekerja membuat Nadia jatuh hati. Sayang, Nadia gengsi mengakui perasaannya, jatuh cinta pada bawahannya.
Kisah cinta Nadia pada Bambang dikemas dalam kisah komedi yang mampu mengocok perut.. Tingkah Dave (Tukul Arwana), kakak ipar Nadia (Wulan Guritno) yang semula adalah pria ndeso yang katrok dan berubah menjadi pria tengil dan genit setelah sukses, menjadi salah satu andalan dalam film ini. Begitu juga celotehan Tora "Extravagansa" yang lugu dan aktingnya yang kocak.

Tak pelak lagi, aku dan istriku, serta penonton lainnya tak dapat menahan tawa, berkali-kali terbahak-bahak melihat polah tingkah dan dialog Tora Sudiro, Tukul, Wulan Guritno dan sentilan sosialnya yang menarik dan kritis. Aku juga merasa puas dan bahagia melihat istriku tercinta nampak sekali terhibur.

Selama hampir dua jam perhatianku dan istriku hanya fokus pada film yang sedang diputar. Ini berbeda dengan saat nonton film di bioskop saat kami masih pacaran dulu, ndak bisa konsentrasi. Ya, namanya juga pacaran...hahaha. Begitulah, kami pulang dengan perasaan puas, dan pikiran fresh. Kami jadi sadar dan merasakan sendiri, ternyata refreshing bersama istri -- tanpa diganggu anak-anak -- juga perlu meski usia sudah mendekati paruh baya.
So..., umur terus boleh bertambah, tetapi sekali-kali meluangkan waktu nonton berdua bersama suami/istri tetap perlu, sambil terus mensyukuri karunia Tuhan berupa nikmat umur panjang, kesehatan, hidup dan rezeki yang barokah - biar hubungan suami istri tetap hangat dan bahagia serta lebih semangat mengarungi hidup ini...(ahmad suroso)

Minggu, 10 Februari 2008

Mengumbar Nafsu (3)


Foto:martyastiadi.worldpress 
GAYEMI - Sapi sedang bermalas-malasan sambil gayemi.

Melek, dolek, dicekek, nelek, terus matek. Mau...?



Seno: Ada lagi yang gelimpang/tumbang jadi ular
D.Ruci: Ya...ada, yaitu ular Sowo, itu semburnya menakutkan, semburannya mempan/berbisa. Kalau menulis surat, suratnya sakti. Nggak mempan bisa-nya, ya gubetane/lilitannya.

Seno: Kok ada yang seperti kerbau, sapi.
D.Ruci: Kerbau dan sapi itu hanya makan saja (gayemi), tidak tahu apakah di kanan kirinya ada yang sakit, tidak ambil pusing, yang penting gayemi saja. Tidak peduli, siapa yang membuat langit, bumi, siapa yang membuat kandang...? Siapa yang menyediakan makan, minum dan yang membersihkan kotoran di kandang...dll? (butuh air ada, butuh makan ada makanan, butuh lampu terang ada).
Kalau ditanya siapa yang membuat ini semua...? Jawabnya hanya gobak-gobek dengan bersuara melenguh (suara khas sapi). Umpama dimaknakan itu Laa A'rifunaa (tidak tahu) Itu sapi Seno...., tapi manusia juga ada yang seperti itu.
Menengadah ke langit melihat langit, melihat matahari dan adanya matahari sehingga jadi terang. Lahir di bumi butuh air sudah ada, butuh makanan bahan makanan sudah ada, butuh pakaian bahan pakaian sudah ada, butuh angin/udara, api, semua sudah tersedia. Jika ditanya siapa yang menyediakan itu semua...? Jawabnya tidak tahu. Ini sama dengan sapi tadi.

Kalau ternyata ada manusia seperti itu, itu lebih jelek dari sapi. Sebab manusia diberi akal, dan sapi tidak, derajatnya dibawah sapi. Allah berfirman yang artinya:"Sejelek-jelek binatang yang melata, disisi Allah ialah mereka yang tuli, bisu, dan buta dan mereka itu tidak menggunakan akal" (S Al Anfal/ayat22). "Mereka itu seperti binatang ternak" (S.Al Ar'of/S7/ayat 179).

Kerjanya hanya makan dan minum saja. Pertama mereka itu melek, lalu dolek, terus dicekek, lalu nelek, terus matek. Begitu bangun tidur langsung dolek (mencari makanan), kemudian dicekek (dimakan), kemudian nelek (buang air besar), lalu matek (mati). Jadi hidupnya tidak ibadah.

D.Ruci: Ada yang glimpang seperti laba-laba
Laba-laba itu membuat rumah dari perutnya, tetapi rumah laba-laba itu kalau hujan kehujanan, ada angin ya kanginan, panas kepanasan, tidak bisa dibuat berteduh, dan hanya untuk menjaring barangkali ada serangga/capung yang menempel disitu, lalu dimakan. Jadi kerjanya hanya mencari makan (ibarat jaring-jaring ekonomi), seperti yang disebutkan dalam Alquran surat Al Ankabut/ayat 41: "Kamatsalil ba'kabut (seperti laba-laba).
Semua dijaring, dimana-mana semua kena jaring, sehingga yang tidak menjaring tidak kebagian. Ada jaring-jaring politik, ekonomi, banyak sekali. Jaring-jaring itu dibentangkan ke timur, barat, selatan, utara, ke atas, ke bawah. Makanya jangan heran bila banyak yang tidak kebagian.
Makanya dalam Alquran surat Al Ankabut, diperintahkan agar manusia hati-hati karena banyak laba-laba. Laba-laba itu yang keluar panjang dan krembyah-krembyah.

D.Ruci: Ada yang seperti khimar, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran:"Seperti khimar yang membawa kitab (Al Jum'ah/S.62/ayat 5).
Jadi ada khimar yang membawa kitab, tapi itu hanya membawa saja, tidak tahu isinya. Itu sejenis toko kitab dan pemilik tokonya sendiri jika ditanya isinya tidak tahu (Ini banyak sekali). Ada kitab undang-undang, kitab tafsir, bisa membaca, bisa mencari, tapi tidak mengerti isinya, adanya tidak mengerti karena tidak dilaksanakan.
Meskipun sangat pandai kalau mengikuti hawa nafsunya, lalu di manakah letak kepandaiannya? Makanya yang ada itu bodohnya. Meskipun tidak bisa membaca tapi kalau tidak mengikuti nafsunya itu namanya alim. Alim itu keluar dari hati, tidak keluar dai kitab. Kalau keluarnya dari kitab dan jika kitabnya ditutup maka nakal lagi.

Seno: Lalu bagaimana baiknya agar hidup itu sempurna?
D.Ruci: Jika kamu mencari, untuk sempurnanya hidup itu hanyalah sempurna menurut hamba/kawula, dan jangan diukur menurut Gusti Kang Murbeng Jagad. Dan sempurnanya hidup itu hanyalah keseimbangan:
* Keseimbangan antara periksa dan rasa
* Keseimbangan antara aqal dan hati
* Keseimbangan antara jasmani dan rohani
* Keseimbangan antara individu dan kebersamaan
* Keseimbangan antara syariat dan haqeqat
* Keseimbangan antara dhohir dan batin
* Keseimbangan antara mulki dan malakut
* Keseimbangan antara ghoib dan syahadah
* Keseimbangan antara iman dan kemanusiaan.
Semuanya itu tercakup ada di atasnya orang yang syukur, yaitu syukur kepada Allah, kepada dirinya, kepada sesama manusia, dan syukur kepada hidupnya sendiri. Ini yang namanya sempurnanya hidup, yaitu hidupnya sendiri. Bukan hidupnya Dzat Kang Manon (Manon itu Gusti Allah).
Wallahu a'lam bishowwab. (Ahmad Suroso/bersambung)

Sabtu, 09 Februari 2008

Mengumbar Nafsu (2)



Seno alias Bimo alias Werkudoro

Wujudnya Manusia, Nafsunya Kera


DALAM tulisan sebelumnya sudah aku paparkan sedikit kisah asal muasal mengapa Semar perut dan bokongnya mbedah alias menonjol ke depan dan ke belakang. Terus mengapa Togog mulutnya panjang dan sobek, istilah bahasa Jawa ndower. Semua itu terjadi akibat dari menuruti nafsu rakus, haus kekuasaan yang tak terkendali.

Lalu apa akibatnyanya bila kita sebagai hamba Allah yang hakekat diciptakanNya hidup di dunia untuk beribadah kepadaNYA ternyata dalam hidupnya di dunia yang fana ini hanya mengumbar nafsunya hayawannya saja. Untuk menjelaskan hal ini tidaklah mudah. Untuk memudahkan pemahaman kisah yang hakekatnya merupakan bagian dari pelajaran ilmu Tauhid akan aku nukilkan kisah pertemuan Nabi Musa As dengan Nabi Khidir As.

Oleh Sunan Ibrahim Makhdum alias Sunan Bonang, satu dari Walisongo, kisah itu digubah menjadi buku "Seno Mencari Air Hidup" atau berisi kisah Nabi Musa As dan Nabi Khidir As mencari Maul Hayat. Dari buku dan pelajaran yang pernah aku peroleh dari guru ruhaniku di sebuah kota santri di Jawa Timur, disebutkan mengapa lambang Nabi Musa mencari MA-UL HAYAT itu Bimo/Seno/Werkudoro?

Antara lain karena Nabi Musa As mendapat mukjizat2 yang hebat, pendiriannya sangat kukuh. Begitu juga Seno, pendiriannya kuat, punya kesaktian, hanya mengenal haq dan batal saja. Makanya lambangnya Seno itu menunduk, tidak menengadah, dan menggenggam kukunya yang sangat tajam, maknanya kuku itu kuat dan kokoh. 
Nabi Musa as mempunyai kedudukan yang menguasai kaum Bani Isroil. Begitu juga dengan Seno, dia mempunyai kedudukan tinggi di negeri Amarto (yang suka wayang epos Mahabarata tentu tahu ini).

Dari cerita dibawah ini yang mengambil tamsil dari pewayangan serta tidak sedikit memakai istilah dari bahasa pewayangan, semoga dapat membantu memahami apa akibatnya bisa hidup hanya mengumbar nafsu. Tentu saja ini bukan makna dalam arti dhohir atau lahir tapi lebih merupakan tajasudil makna.
****

"Kamu boleh mencintai segala apa yang ada di dunia sekehendakmu, engkau akan dipisahkan dengan apa yang kamu cintai. Berbuatlah sesuatu menurut kehendakmu, engkau akan dibalas karena perbuatanmu. "(Alhadits).

Sabda Rasulullah tersebut hakekatnya mengandung tiga hal. Pertama boleh kita 40 th, 80th, 100th akhirnya juga mati. Kedua, boleh kita mencintai segala sesuatu yang ada di dunia ini maka engkau akan dipisahkan dengan apa yang engkau cintai.

Ketiga, kita berbuat apa saja, toh nanti akan dibalas menurut perbuatan kita. Perbuatan baik akan dibalas kebaikan, perbuatan jahatpun akan dibalas setimpal dengan kejahatannya. Jadi hakekat mati itu MUFARRIQUN BIHI (perpisahan antara ruh dan jasmani).

Berikut dialog antara nabi Musa As dengan nabi Khidir As. Seno adalah perumpaan dari nabi Musa As, dan D.Ruci adalah perumpaan nabi Khidir.

Seno: Akan kembali kemana, kalau ruh sudah bisa dengan badan (jasmani)?

D.Ruci: Ruh itu tidak dari bumi, tidak dari api, tidak dari air, tidak dari angin, tetapi ruh itu dari alam yang namanya MALAKUT atau GHOIB atau disebut alam AMAR. Jadi ruh itu kembali ke alam AMAR. "Amruhu min amri robbi (Ruh itu termasuk urusan Tuhanku" (S.Al Isro/ayat 85).
Singkat cerita dalam dialog antara Seno dengan D.Ruci, Seno bertanya mengapa di alam malakut ada pohon-pohon yang tumbang bisa menjelma macam-macam warna.
Ada yang menjelma berubah menjadi babi besar, yang mengeluarkan api, ada yang menjadi kera, ada yang hilang sifat pohonnya, menjadi kerbau, sapi, kambing, menjadi keledai, ular ada yang menyerupai laba2, anjing, jadi batu yang mengeluarkan api, rupa syaiton.
Di dalam firman Tuhan S.Yaasiin/S.36/ayat80 disebutkan," Dari pohon yang hijau itu mengeluarkan cahaya atau api".

D.Ruci: Ada yang Seperti kera
Seperti dalam Alquran S.Albaqoroh ayat 65,"Jadilah kamu kera yang hina".
Tentu kita semua tahu bagaimana kera/monyet bila sedang makan. Meski sedang makan kalau dilempari makanan pasti diterima terus, tidak pernah memberi tapi kalau diberi pasti diterima. Lisannya masih makan sambil garuk-garuk, kalau dilempar tangan kirinya menerima, dilempar lagi tangan kanannya menerima, dilempar lagi ekornya menerima. Ini lambangnya orang yang tamak/rakus.
Jadi asal muasalnya itu manusia, tapi dalamnya kera.

D.Ruci: Ada yang tumbang seperti batu.
Batu itu hati orang yang keras (hati keras seperti batu). Jika hati seperti batu, maka hujan tetap hujan, air tetap air, kelihatannya saja basah, tapi tak bisa menembus apa-apa, tidak ada penerangan yang bisa mencairkan, bila sudah seperti itu. Makanya ada yang disebut hatinya batu, kepala batu. Firman Allah, "Fahiya Kalhijaarot", yang artinya "maka ia seperti batu" (Albaqoroh ayat 74).

Seno: Kok ada apinya...?
D.Ruci:
memang itu calonnya bahan bakar neraka. Allah berfirman yang artinya, "Dan bahan bakarnya neraka itu manusia dan batu (batu hati)". (Albaqoroh ayat 24).
Batu hati itu jika tidak dinyalakan, ya tidak nyala. Dan neraka jika tidak dinyalakan dengan dimasuki manusia, maka tidak akan nyala, adanya nyala karena dinyalakan sendiri.
Wallahu a'lam bishowwab. 
(bersambung/ahmad suroso)

Kamis, 07 Februari 2008

MENGUMBAR NAFSU (1)




Pilih Jadi Semar atau Togog?

SYAHDAN, tersebutlah dahulu kala, dunia baru saja tercipta. Matahari, bulan dan bintang bertaburan di angkara. Samudra membentang luas. Alam sudah tercipta, tapi belum ada manusia. Tersebutlah di alam dewata, Sang Hyang Wenang, raja segala dewa memperanakkan seorang putra, Sang Hyang Tunggal namanya. Di kerajaan jin, Raja Begawan Rekatama mempunyai seorang putri cantik jelita, Dewa Rekatawi namanya.

Setelah dewasa, Sang Hyang Tunggal dan Dewa Rekatawi dinikahkan. Tak lama kemudian Dewa Rekatawi mengandung. Di luar harapan, ia tidak melahirkan bayi, tapi sebutir telur. Dan begitu keluar dari rahim, telur itu terbang, melesat ke angkasa, lalu jatuh di hadapan Sang Hyang Wenang. Sang Hyang Wenang yang sangat sakti, tahu, dari mana telur itu berasal, dan apa yang harus terjadi pada telur tersebut. Maka disabdanya telur itu, dan telur itu pun berubah menjadi mahluk.

Kulit telur menjadi bayi laki-laki, dinamai Sang Hyang Antaga. Putih telur juga menjadi seorang bayi lelaki, dinamai Sang Hyang Ismaya. Dan kuningnya menjadi bayi laki-laki pula, dikasih nama Sang Hyang Manikmaya.
Semula mereka rukun dan damai hidupnya. Namun saat menginjak dewasa, Sang Hyang Antaga dan Sang Hyang Ismaya bertengkar, memperebutkan tahta ayahnya, Sang Hyang Tunggal. Masing-masing mengklaim yang paling berhak menggantikan ayahnya, dan merasa paling sakti. Mereka bertengkar tiada habisnya.

Sang Hyang Manikmaya lalu mencoba menengahi pertikaian kedua saudaranya. Tanpa sepengetahuan ayahnya, ia mengusulkan kedua saudaranya berlomba untuk menunjukkan kesaktiannya, siapa yang dapat nguntal (menelan) Gunung Garbawasa, dialah yang akan berkuasa. Di dalam gunung itu terkandung apa saja yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia.

 Setelah keduanya setuju, maka pergilah mereka menghadap Gunung Garbawasa.Pertama-sama Sang Hyang Antaga yang memulai sayembara. Ia mencoba nguntal gunung itu, tapi tak berhasil, meskipun sudah berulang kali mencoba, sampai mulutnya sobek. Jadilah Sang Hyang Antaga, dewa yang semula tampan wajahnya berubah menjadi jelek. Mulutnya lebar, karena sobek.

Saat tiba giliran Sang Hyang Ismaya, ia mengheningkan cipta. Dipandangnya Gunung Garbawasa dalam-dalam. Ia membayangkan masuk kedalam rahim ibunya. Ia bertanya, bagaimana seorang mahluk sebesar dia pernah berada dalam rahim yang sekecil itu. Itulah misteri jagad raya. Begitu ia sampai pada kesadaran ini, di-untal-nya Gunung Garbawasa yang ada di hadapannya. Ia berhasil.

Namun celakanya, ia tak dapat mengeluarkan kembali gunung itu. Ia sadar seharusnya tak boleh kebesaran jagat raya ini ia taklukkan dengan nafsunya. Kini jagad raya inilah yang menghukumnya. Sejak saat itu Sang Hyang Ismaya menjadi buruk tampaknya. Perutnya besar dan bokongnya pun membesar pula ke belakang, tersodok puncak gunung yang ditelannya.

Marahlah Sang Hyang Tunggal mengetahui kelakuan mereka, "Kalian dewa, tapi kelakuan kalian seperti manusia juga". Saat itu manusia belum diciptakan. Ungkapan Sang Hyang Tunggal mengandung arti sesungguhnya telah direncana dalam rancangan jagad raya ini, bahwa manusia itu adalah mahluk yang pandai bertikai dan bertengkar di antara sesamanya.

Usai melampiaskan amarahnya, Sang Hyang Tunggal mengusir kedua anaknya ke dunia ini.Nama mereka pun berubah. Sang Hyang Ismaya menjadi SEMAR. Dan Sang Hyang Antaga menjadi TOGOG. Semar dititahkan untuk melindungi manusia yang baik yang dalam pewayangan diwakili kaum Pandawa. Sedangkan Togog diperintahkan menemani manusia jahat.

Sepeninggal Semar dan Togog, hanya Sang Hyang Manikmaya-lah yang kini tinggal di surga. Sepintas Sang Hyang Manikmaya tidak bersalah. Padahal sesungguhnya justru dialah yang mengompori kedua saudaranya untuk membuat perlombaan nguntal gunung itu. Ia tahu, kedua saudaranya pasti gagal. Bisa diduga maksud tersembunyi dalam hatinya: supaya dia lah yang mewarisi tahta ayahnya. Dan memang Manikmaya-lah akhirnya yang diangkat jadi penguasa dewa-dewa, dengan gelar baru :Batara Guru

Kelakuan Batara Guru tak bedanya dengan Semar dan Togog, suka akan pertikaian dan haus akan kekuasaan. Batara Guru yang berasal dari kuning telur itu, memang dewa yang gila akan kekuasaan. Sering dikisahkan Batara Guru berkelakuan tak ubahnya manusia, yang diselimuti iri, dengki, persaingan, pertikaian, dan pertentangan terhadap sesamanya.

Dari kisah yang dilukiskan dengan amat menyentuh oleh novelis klasik sekaligus jurnalis senior Romo Sindhu, sebutan akrab Dr Gabriel Possenti Sindhunata dalam bukunya berjudul "Putri Cina" terbitan Gramedia tahun 2007 yang sebagian kisahnya saya kutip di atas, saya baru 'ngeh' mengapa bentuk fisik Semar dan Togog, dua tokoh pewayangan yang sudah saya kenal sejak kecil menjadi seperti tersebut di atas.

Melalui penuturan Romo Sindhu yang saya kenal semasa sama-sama menjadi pengurus PWI Cabang Yogyakarta era tahun 1990-an, yang mengutip hikayat Sabdopalon-Nayagenggong, saya baru tahu bahwa pamomong orang Jawa seperti Semar yang dianggap suci seperti dewa itu juga mempunyai sifat berkelahi seperti anjing.

Semar dan Togog tak luput dari perkelahian dan pertikaian yang membuahkan kekerasan, demi ambisinya merebut tahta/kekuasaan. Jadi jika di tanah Jawa orang suka berkelahi dan bertikai tanpa pernah damai, maka Semar dan Togog lah pemulanya. Termasuk jika ada pemimpin besar bangsa ini yang memiliki ambisi kekuasaan tak terkendali, seakan merasa negeri ini kerajaan pribadi dan keluarganya sejatinya karena mewarisi perilaku Semar dan Togog.

Kisah Semar dan Togog sebagaimana dituturkan oleh Romo Sindhu tersebut bila kita cermati dan renungkan secara mendalam sebetulnya mengandung filsafat/hikmah tentang manusia. Semar dan Togog adalah bagian dari lambang-lambang, perumpamaan-perumpamaan dalam pewayangan yang mengandung pengajaran tentang diri manusia, dengan alam semesta, dan Sang Maha Pencipta. 
Bagaimana jadinya bila manusia sebagai hamba Tuhan ternyata dalam hidupnya hanya menuruti hawa nafsunya saja? Simak tulisan selanjutnya. (Ahmad Suroso)
 

Rabu, 06 Februari 2008

Bapakmu Adalah Muhammad Rasulullah!

Menggembirakan Anak Yatim

DALAM tulisan sebelumnya, saya memposting tulisan kunjungan anak-anak penyandang cacat dari SLB Kartini Batam ke harian Tribun Batam. Ya mereka adalah anak-anak yang berada dalam kondisi kurang beruntung dibanding anak-anak pada umumnya yang kondisi fisik dan mentalnya normal.

Mereka adalah mahluk Tuhan yang membutuhkan perhatian, empati, bimbingan, dorongan, dan uluran tangan kita, agar mereka dapat tumbuh mandiri. Setelah menerima kunjungan anak-anak SLB Kartini tersebut, saya jadi teringat pada anak-anak yatim yang kami kunjungi di beberapa Panti Asuhan dan Masjid dalam program Sahur Bersama bulan Ramadhan 1428 H kemarin yang digagas harian Tribun Batam dan Indosat serta PLN.

Pikiran saya pun melayang ke zaman Rasulullah Muhammad SAW, bagaimana Rasulullah memberikan contoh, uswatun hasanah kepada umatnya didalam memperlakukan anak yatim.
Alkisah, satu waktu di kala Iedul Fitri, di hari kebahagiaan..hari kemenangan, Rosululloh sedang berjalan-jalan sendiri, dan menemukan seorang anak sedang menangis.
Anak itu menangis sendirian...menundukkan kepalanya, memasukkan kepalanya disela-sela lutut dan menutupinya dengan kedua tangannya..
Sementara di kejauhan teman-teman sebayanya sedang asyik bermain dan bersenang-senang sebab itu memang hari yang sangat membahagiakan.Rosululloh dengan penuh kasih sayang lalu membelai si anak, dan bertanya,"Mengapakah engkau menangis wahai anak ?"
Si anak mengangkat mukanya, tampak matanya sembab, penuh air mata. "Bagaimana aku tidak menangis, sementara semua bergembira, aku tidak..." Ia balik menangis lagi, sambil menundukkan kepalanya..
Rasulullah kembali bertanya, "Mengapakah engkau sedih wahai anak ?"
Si anak menjawab, "Mereka bergembira sebab mereka memiliki ayah, aku tidak punya ayah lagi...
mereka bergembira sebab mereka punya ibu, sementara aku sudah tidak punya lagi, mereka bergembira sebab punya saudara, sementara aku tidak punya saudara.."
Sambil menangis anak itu melanjutkan cerita nestapanya, "Mereka bergembira sebab mereka bisa makan kenyang, sementara perutku sekarang lapar..mereka bergembira sebab mereka memaliki".
Mendengar penutupan anak itu, Rasulullah trenyuh. Beliau meneteskan airmatanya,kemudian beliau bertanya;
"Wahai anak...bagaimanakah perasaanmu, jika Rasulullah yang menjadi ayahmu ?
wahai anak...bagaimanakah perasaanmu, jika Aisyah yang menjadi ibumu ?
wahai anak, bagaimanakah perasaanmu, jika Hasan dan Husein cucu Rosul yang menjadi saudaramu ?
wahai anak, bagaimanakah perasaanmu jika engkau tidak lagi perlu berpikir makanan dan pakaian apa yang akan kau kenakan ?"
Si anak yang tidak mengetahui bahwa yang berbicara dengannya adalah Rasulullah sendiri, terlonglong dan terbengong-bengong...
"Wahai Bapak..adakah kenikmatan di atas itu ?
wahai Bapak..adakah kebahagiaan lagi di atas kebahagiaan tertinggi itu ?
sungguh aku akan sangat senang sekali...dan aku tidak akan bersedih lagi jika itu memang terjadi.."
Kemudian Rosululloh merengkuh anak tersebut, menaikkannya kepundak seperti biasanya Rosululloh menggendong hasan dan Husein...
"Marilah...sekarang kita pulang ke rumah..
Bapakmu sekarang adalah Muhammad Rasulullah, ibumu Aisyah, saudaramu Hasan dan Husein.."

Si anak tersenyum riang...Kebahagiaan masuk ke dalam hatinya...ia masih sesenggukan...
SUBHANALLAH, semoga kita bisa mencontoh Rasulullah, dengan menggembirakan anak yatim piatu dan fakir miskin. (Ahmad Suroso)

Siswanya Celingukan, Gurunya Antusias Bertanya


* 50 Siswa SLB Kartini Kunjungi Tribun Batam

RABU siang tadi (6/2/08) kantor Tribun Batam, di Jln.Kerapu Baru Ampar, kedatangan tamu istimewa,sekitar 50 anak-anak penderita cacat tuna grahita (mental), tuna rungu, tuna netra yang tercatat sebagai siswa SLB Kartini Batam. Mereka didampingi beberapa orang guru dan orangtua siswa.
Menerima tamu siswa-siswa sekolah di Tribun hal yang biasa bagiku. Tapi kali ini, aku dan Redaktur Mairi Nandarson agak canggung dan kebingungan ketika harus menjelaskan mengenai cara kerja wartawan dan mekanisme kerja redaksi Tribun Batam pada para siswa SLB.

Apalagi tingkatan sekolah tamu Tribun kali ini campur, mulai dari tingkat TK, SD, SMP sampai SMA. "Jadi apa yang harus kami jelaskan pada anak-anak," tanya Son, panggilan Mairi Nandarson pada Sulastri, salah satu Guru SLB Kartini.
"Ya karena anak-anak latar belakangnya penyandang cacat dan tingkatannya berbeda-beda, jelaskan aja melalui visualisasi gambar, dan diperlihatkan alat-alat kerja redaksi termasuk cara kerjanya," jawab Sulastri.
Namun, prakteknya, meskipun aku dan Son sudah mencoba memberi penjelasan se komunikatif mungkin disertai beberapa ilustrasi, tetap saja sebagian besar siswa tidak mendengarkan. Mereka asyik sendiri, ada yang bercanda, bisik-bisik, celingukan kesana-kemari, atau diam saja duduk merenung.
Hanya sedikit yang menyimak pembicaran. Begitu juga saat diminta untuk bertanya, tak ada satu pun siswa bertanya. Hanya para guru yang antusias bertanya.

Lalu untuk apa mereka berkunjung ke Tribun? Sulastri mengaku, kunjungan ini digunakan sebagai tempat siswa belajar. Pasalnya, mereka sering menanyakan bagaimana cara kerja di koran.

"Kalau dijelaskan saja nggak bisa. Siswa-siswa ini harus melihat secara langsung. Walaupun mereka sebagian nggak bisa mendengar, dan bicara, setidaknya mereka bisa belajar dengan melihat langsung ," tambah wanita berjilbab ini.

Namun, meskipun mereka penyandang cacat, bukan berarti tidak bisa berprestasi. Buktinya di antara para siswa SLB Kartini, ada seorang siswanya yang tuna rungu yang memiliki hobi otomotif Fajar Kurnia (16) baru saja meraih prestasi di tingkat nasional.

Ia sukses memodifikasi motor miliknya. Bahkan, modifikasinya ini sempat menjadi juara dan diabadikan dalam satu tabloid otomotif. Dengan dibantu gurunya Rini, Fajar menjelaskan kalau pertama kali mengikuti ajang mengutak-atik motor ini pada tahun 2007 lalu di BCS. Tapi, tidak menang. "Januari lalu, hasil modifikasi motor suzuki smash saya berhasil juara di Surabaya." ujar Fajar sambil berbahasa isyarat kepada Tribun. Oke deh, selamat ya Fajar! Terus ukir prestasimu.

Anak-anak dengan latar belakang keterbelakangan mental dan penyandang tuna rungu, tuna netra
butuh perhatian kita semua. Mereka bukan minta dikasihani, tetapi perhatian, empati, bimbingan, dorongan. Karena mereka juga pemilik masa depan bangsa ini. Mereka juga pemilik Kerajaan- Kerajaan Allah, kata Isa Alaihi Salam. Melihat kondisi anak-anak penyandang cacat tersebut saya jadi teringat anak-anak yatim piatu. (Ahmad Suroso)

Senin, 04 Februari 2008

Wartawan Juga (seperti) Nabi


"TUGAS wartawan sebenarnya tidak bedanya dengan Nabi," kataku mengawali dialog di depan 30 siswa/siswi pengurus OSIS Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kartini, Seraya, Batam yang mengunjungi Tribun Batam, Senin (4/2) siang. Mendengar pernyataan tersebut, para siswa langsung menunjukkan antusiasme yang tinggi.

"Bukankah para nabi tugasnya menyampaikan berita atau firman Tuhan untuk umatnya," ujarku lagi di depan para siswa yang didampingi dua guru pembimbing, Haryanto S.Pd dan Trisno S. Pd yang ingin mengetahui dan melihat langsung mekanisme kerja redaksi dan proses cetak harian Tribun Batam.

Serupa tapi tak sama. Serupanya sama-sama menyampaikan kabar. Para nabi, misalnya Nabi Musa As menyampaikan kabar dari Tuhan melalui kitab suci Taurat, Nabi Dawud As melalui kitab suci Zabur, Nabi Isa As lewat Al-kitab Injil, Nabi Muhammad SAW menyampaikan firman Allah melalui kitab suci Alquran. Begitu juga dengan sang Buddha Siddharta Gautama menyampaikan kabar atau firman Tuhan melalui kitab suci Tripitaka.

Nah wartawan, tugas utamanya juga menyampaikan kabar berita. Sama-sama menyampaikan kabar, hanya saja kebenaran firman/sabda Tuhan melalui kitab suci yang dibawa masing-masing nabi tersebut adalah mutlak menurut keyakinan pemeluk agama masing-masing.

Firman Tuhan bisa dianalogkan dengan surat yang berasal dari Tuhan. Siapa yang disurati? Tentu saja manusia ciptaanNya. Namun bila kita cermati, hal ini jarang disadari oleh manusia bahwa kita disurati oleh Tuhan. Buktinya, kitab-kitab suci itu jangankan dipahami dan diamalkan, dibuka dan dibaca saja jarang. Kebanyakan hanya hanya menjadi pajangan di rak buku atau hanya disimpan di lemari.

"Tapi coba kalau kita mendapat surat cinta dari pacar, wah ini disambut antusias, cepat-cepat dibaca berulang-ulang, diciumi, setelah dibaca terus disimpan di tempat khusus," kelakarku yang disambut dengan senyum dan tawa para ABG (anak baru gede) tersebut.

Sedangkan kebenaran kabar yang dibawa wartawan tidak menutup kemungkinan salah, atau kurang akurat karena informasinya berasal dari mahluk Tuhan yang tidak luput dari kesalahan.
Maka untuk menghindari kesalahan dan tuntutan hukum, wartawan perlu melakukan cek and ricek, cover both side (berimbang), sampai bila perlu memverifikasi keakuratan data yang diperoleh dan ditulisnya.
Antusias yang sangat tinggi juga diperlihatkan oleh murid-murid SMK Kartini, saat diberi penjelasan dunia kejurnalistikan sampai ke proses cetak koran. Mereka mendengarkan dengan cermat saat aku selaku Koordinator Liputan Tribun, memberikan materi bersama redaktur Mairi Nandarson.
"Tadi setelah mendengarkan dari awal bagaimana cara kerja seorang wartawan, berarti kerjanya dua puluh empat jam dong, pak?" tukas Chandra bertanya.
"Bisa iya, bisa tidak. Iya, artinya wartawan harus siap 24 jam sewaktu-waktu ada kejadian. Misalnya saat sedang enak-enaknya tidur, tiba-tiba pukul 2 dinihari redaktur menelpon ada kebakaran di sebuah ruko, maka wartawan bersangkutan mau tidak mau harus terjun ke lapangan saat itu juga," jawabku.

Setelah satu setengah jam mendengarkan penjelasan dan berdialog di ruang rapat redaksi, murid- murid SMK ini beralih ke ruangan komputer. Di ruangan ini mereka memperhatikan secara seksama bagaimana seorang disain grafis sedang membuat gambar untuk kebutuhan koran Tribun. "Saya benar kagum dengan koran Tribun, selain gambarnya bersih, beritanya singkat dan padat. Jadi kami mudah untuk memahami," ujar seorang murid yang mengaku kalau dia pecinta berita olah raga Superball koran Tribun.  (Ahmad Suroso)
 

Jumat, 01 Februari 2008

Ketika Iblis Merasuk di Benak Yudi


DIMAKAMKAN - Kakek Rizky, Tatang (67) membopong cucunya yang sudah terbujur kaku dibunuh oleh ayah kandungnya sendiri, Yudi, Jumat (1/2).

Bayi Empat Bulan Tewas di Tangan Ayah Kandung

JUMAT siang kemarin (1/2) pulang dari Jumatan saat aku buka berita real time/berita terkini di Tribun Jabar.co.id aku penasaran membaca judul berita "Bayi Usia 4 Bulan Disiksa hingga Tewas". Seketika itu aku klik berita itu. Pada alinia pertama diberitakan, "Yudi Junaedi (20), warga Kampung Barulaksana RT 02/14 Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat tega menyiksa Rifki Rahayu, anak kandungnya yang masih berusia empat bulan, hingga tewas, Jumat (1/2) pagi."

Tega benar! Pikirku saat itu. Apalagi setelah mengetahui penyebabnya hanya karena gara-gara kecewa ketika istrinya, Iis mengandung, Yudi berharap anaknya itu adalah perempuan. Namun saat dilahirkan, anaknya itu berjenis kelamin laki-laki. Selain itu, kondisi ekonomi yang morat-marit membuat Yudi sering marah dan emosinya tidak terkendali.

Malamnya ketika membaca kiriman berita selengkapnya kasus tersebut dari email yang dikirim manajer produksi Tribun Jabar, Kang Cecep via email, aku bertambah terkejut membaca cara Yudhi menghabisi anak pertamanya itu. Berita itu selanjutnya diturunkan di halaman satu Tribun Batam hari ini (2/2) bertajuk, "Bayi Tewas di Tangan Ayah Kandung, Rizky Dianggap Pembawa Sial".

Pagi itu pukul 08.00, Yudi membunuh anak kandungnya itu dengan cara memasukkan/menggerojok paksa jari-jarinya ke tenggorokkan bayi malang itu. Darah pun muncrat dari mulut sang bayi. Ibunya, Iis Kartika (18) yang sedang menjemur pakaian kaget dengar jeritan suara bayi dari dalam rumah.

"Saat mengetahui anak saya tengah disiksa oleh bapaknya, saya langsung menghalangi. Akhirnya berhasil berhenti," tutur Iis yang sudah menikah selama 1,5 tahun dengan Yudi. Setelah Iis berhasil merebut sang anak dari tangannya, Yudi tidak langsung pergi. Mungkin karena melihat mulut Rizki berlumuran darah, ia sempat meninggalkan uang Rp 25 ribu untuk biaya berobat anaknya.

Iis yang kalut melihat keadaan anaknya langsung membopong Rizki ke Puskesmas, tak jauh dari rumah mereka. Namun karena petugas Puskesmas tak sanggup mengobatinya, bayi malang itu lalu dilarikan ke klinik Sekolah Staf Pimpinan Polri Lembang. Tetapi nyawanya tak tertolong.

Entah karena himpitan ekonomi atau alasan lainnya, namun yang pasti, Rizky lahir ke dunia tidak dikehendaki oleh ayah kandungnya sendiri. "Suami saya menganggap Rizki lahir tak membawa rezeki. Malah suasana rumah selalu dianggap panas sejak kelahiran Rizki" tutur Iis.
Sejak kelahiran anaknya itu, Yudi selalu berkata kasar terhadap Rizky. Yudi juga dua kali mencoba membunuh bayinya. Pertama, memberi minum minyak kayu putih, tetapi berhasil diselamatkan meskipun menderita sakit berhari-hari. Kemudian pernah diberi makan merica. Lalu bila pulang kerja dan tidak mendapatkan uang, Yudi yang seorang pengumpul barang rongsokan itu, selalu memukul anaknya.

Membaca kisah tragis yang dialami bayi tak berdosa, sungguh susah diterima akal sehat. Betapa tidak, karena setiap orang yang menikah, maka hal pertama yang dirindukan adalah segera memiliki keturunan, ingin memiliki buah hati sebagai Rosululloh saw bersabda, "Anak itu adalah buah hati orangtua". Segala macam usaha akan dilakukan, segalanya akan diberikan, demi datang dan hadirnya sang buah hati.

Saat sang buah hati hadir...maka saat itu seolah semua menjadi tidak berarti. Sungguh satu kegembiraan dan kebahagiaan yang luar biasa. Rasa itu berbeda dengan kebahagiaan ketika nikah, rasa itu berbeda dengan kebahagiaan ketika mendapatkan pekerjaan, rasa bahagia yang sebelumnya belum pernah kita rasakan.

Tetapi, entah setan belang mana yang membisiki pikiran Yudi saat berkali-kali tega menyiksa darah dagingnya sendiri. Rasa kemanusiaannya telah hilang sampai titik nadir.

Sungguh-sungguh kebiadaban yang tak dapat dipikirkan, bisikan iblis dari mana yang dianut dan diturut, sungguh iblis mana yang disembah...ketika seorang ayah menganggap bayinya yang masih berusia 4 bulan sebagai pembawa sial, lalu selalu bersikap kasar, memukul, selalu mengancam anaknya akan dibunuh, bila tak punya uang.

Sungguh iblis mana yang sudah merasuk ke dalam dirinya, ketika seorang ayah tega berupaya menghabisi nyawa anak kandungnya dengan cara memberinya minum minyak kayu putih, kemudian memberinya makan merica, dan terakhir yang paling sadis menggerojokkan tangannya ke tenggorokan sang anak sampai menemui ajalnya.
Tidak pernahkah sekalipun mendengar...? Tidak pernahkah sedikitpun terlintas dalam telinganya...? Firman Alloh, "Membunuh satu nyawa tanpa hak, adalah sama dengan membunuh seluruh umat di dunia ini" ???
Merekalah pemilik Kerajaan-kerajaan Allah kata Nabi Isa Alaihi Salam. Merekalah yang masih fitroh..."kullu mauludin yuladu alal fitroh"...
(Ahmad Suroso)